• Home
  • About
  • Jasmine
  • Wildan
  • Hiroku
  • Kesehatan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Jalan Jajan
"Anak yang ditinggal kerja oleh orang tuanya, insya allah lebih mandiri. Yakinlah." Pesan singkat dari Ibuku sukses menguatkanku.  Dua bulan paska melahirkan, aku nyaris mengundurkan diri dari tempat kerja yang sejauh ini banyak memberi pengetahuan baru. 

Saat itu, yang ada dalam pikiranku ialah apakah aku bisa memberi ASI penuh kepada Yasmin, puteri pertama kami? Apakah aku bisa mendampinginya, menemani main? Apakah aku mampu membesarkannya dengan baik, sementara aku kerja dari pagi hingga sore? Banyak yang aku khawatirkan. Hati betul-betu gundah, pikiran tak tentu arah, iman pun menjadi lemah. Namun, dukungan dari orang tua dan juga suami yang berikrar mau membesarkan Yasmin bareng-bareng, akhirnya keputusan untuk resign pun melebur. Bismillaah.


Aku kira kekhawatiran di atas sudah menjadi permasalahan terberat dalam hidup, kala itu. Ternyata ada yang lebih, salah satunya yaitu tentang pola pengasuhan anak. Ugh...betul-betul serius. Apalagi aku hidup di Desa dan sampai saat ini, aku masih tinggal satu rumah dengan orang tua. Hayoook...siapa yang kedaanya sama sepertiku? Senyum duluu, yuk! 😂

Aku kasih tahu bahwa, terkait dengan pola pengasuhan dan tumbuh kembang anak, di desa itu banyak mitosnya. Parahnya, mitos ngga hanya berlaku untuk bayi, usia tiga sampai lima tahun pun kadang masih erat dengan mitos. 🤣 Namanya juga orang jawa, ya. Hidup tanpa mitos, tuh, kurang bernyawa. Hahaha.

Ceritanya nih, saat usia Yasmin masuk lima bulan, kami mulai mengenalkannya kepada kolam renang dengan air dingin. Baru satu aktivitas saja sudah banyak hujatan, lho. Yang katanya tega sama bayi, ngga sayang anak, keterlaluan, dan yang paling HOT yaitu dengan sadis bilang kalau anak bakal kedinginan, dan nanti kejang-kejang. Ugh banget, kan? 😎 Padahal niat kami hanya ingin mengenalkan air di tempat yang ngga biasa, mengajak olahraga sejak dini supaya organ tubuh tambah sehat.  🙊

Orang tua zaman sekarang makin update dengan informasi terkait pola pengasuhan anak. Dan sebagian besar orang tua, lebih memilih anaknya untuk mandiri sejak dini ketimbang manja. Mandiri di sini bukan berarti orang tua membiarkan anaknya bermain sendiri, melakukan pekerjaan sendiri, dan atau kemana-mana sendiri. Orang tua tetap mendampingi si kecil selagi masih membutuhkan pendampingan khusus seperti Yasmin yang kini usianya 2 tahun 4 bulan. Ya...walaupun sekarang dia lebih suka mengerjakan apapun sendiri, tapi kontrol dari orang tua tetap diharuskan.



Untuk anak pertama kami, pola pengasuhan tersentral pada aku sebagai Ibunya. Sementara Suami, Mbah, dan Mak Yem, kadang menjalankan apa yang sudah diterapkan tiap harinya, kadang melanggarnya. Dan yang paling menantang menurutku adalah menerapkan kejujuran. Ya, interaksi antara aku dan Yasmin hanya beberapa jam dalam sehari. Pagi hari sebelum berangkat kerja yaitu jam 05.00-07.00 WIB, dan sore hari sepulang kerja dari jam 17.00 sampai dia tidur biasanya jam 20.00 WIB. Jika dihitung kira-kira 5-6 jam per hari kami berkomunikasi. Sungguh tantangan hidup sebagai wanita karir. 🙆‍♀️

Karena hanya punya waktu tak lama untuk si kecil, maka yang sering aku sampaikan ke Yasmin adalah kejujuran. Ngga boleh bohong. Ini penting banget, karena ada beberapa hal kerap melenceng dari ketentuan  yang telah dibuat. Seperti jajan permen, misalnya. Karena kondisi gigi Yasmin makin ke sini makin ngga bagus, aku hanya mengizinkannya jajan permen sekali dalam sehari. Maklum, lagi senang-senangnya permen. Tapi ya syukur-syukur ngga jajan permen. Dan alhamdulillaah...ketentuan ini paling sering dilanggar oleh Ayah! Iya, tiba-tiba pagi hari aku  sering menjumpai mereka datang dari arah timur rumah yang mana adalah warung mbak kham. Beeeuh...yang dibeliin permen jujur banget, dibeliin tiga, tapi yang membelikan cuma senyum-senyum dan berkilah. Kan KZL. Padahal mah, kalau aku mending anak nangis ketimbang makan permen. HAHAHAHA.

"Ibu, sih, bisa mengatasi kalau rewel minta permen. Lha aku? Mana bisa, Buuuk!" Jawab suami kalau pas kepergok di pengkolan rumah. Betul-betul alasan terbaik, ya. 😋


Sering aku dengar bahwa, apa yang dilakukan orang tua akan sangat mungkin anak menirunya. Makanya, semenjak Yasmin hadir di tengah-tengah kami, banyak evaluasi diri tiap harinya. Bahkan pola asuh yang telah kami terapkan untuk Yasmin, kadang tidak sesuai dengan rencana. Seperti akhir-akhir ini, dia mulai tertarik dengan dongeng sebelum tidur. Sebelumnya, menuju waktu tidur, dia akan minta diputarkan lagu anak-anak di youtube. Melihat ketertarikan dia nonton dan ikut menyanyikan lagu anak-anak via youtube, kami  pun mengizinkannya untuk stay tune on youtube until dia ngantuk. Maksimal 20 menit lah. 🤣

Anak usia dua tahun, khususnya Yasmin, baru bisa belajar jujur, tanggungjawab dan sopan santun. Jujur karena dia benar-benar masih polos, tanggungjawab dan sopan santun bila orang tua mengajarkannya sejak dini. Disiplin, rendah hati, dan sikap baik lainnya bisa dia pahami sejalan dengan bertambahnya usia. Aku pun selalu yakin bila orang tua menerapkan pola asuh anak dengan disiplin dan ngga plin-plan, anak pun makin sholeh. Insya allah. 👨‍👩‍👧
Share
Tweet
Pin
Share
3 komentar
Sebelum Kecemut lahir, ada satu hal yang sempat menjadi bahan perbincangan aku dan suami, yaitu lemari pakaian untuk Yasmin. Secara, di kamar kami sudah ada satu lemari gede yang isinya sudah hampir penuh, gitu. Gimana kalau punya baby, ya. Apa iya, nambah satu lemari segede lemari yang kami punya? Duuh...bakal pengap, dong, nantinya.

Diskusi tentang penambahan lemari untuk si kecil pun dimulai. Ada banyak pertimbangan untuk membeli lemari, mulai dari budget sampai dengan model. Maklum, banyak biaya yang perlu dipersiapkan untuk kelahiran, tidak hanya lemari dowang, kan. Makanya, kami betul-betul memilih lemari yang sekiranya awet, tapi harga bersahabat. 😂  


Memilih lemari dengan material kayu menjadi pilihan utama kami karena pasti akan lebih awet, apalagi jika jenis kayunya adalah kayu jati. Alternatif berikutnya yaitu lemari dengan material plastik. Nah, yang menjadi catatan paling penting bagi kami yaitu ukuran lemari. Menimbang kamar tidak luas, kami pun harus memilih ukuran lemari pakaian minimalis yang tentunya dapat mengirit tempat! 🙊 

Nah, berikut detail pertimbangan sebelum membeli lemari pakaian untuk si kecil:

Ukuran yang Tepat

Sebelum membeli lemari, kami memperhatikan ukurannya. Pertama, kami mengukur ruangan dan tempat untuk meletakan lemari, termasuk tingginya. Setelah sampai toko dan sudah mendapat lemari yang cocok, kami juga mengukur mengukur lemari tersebut. Pastikan jika ukurannya tidak akan membuat ruangan menjadi terlihat lebih sesak atau lebih sempit. Meski sepele, hal ini sangatlah penting untuk diperhatikan. 😂  

Kualitas Material

Hal lain yang juga harus diperhatikan sebelum membeli lemari pakaian minimalis melalui situs belanja online atau pun secara langsung adalah dengan memperhatikan bahan atau kualitas dari lemari tersebut. Jangan sampai membeli lemari kualitasnya tidak baik sehingga penggunaannya pun hanya sementara, tidak bertahan lama. Pilihlah lemari yang terbuat dari bahan yang kuat supaya awet.

Desain Simple

Memiliki kamar yang tidak begitu luas, kami pun harus memperhatikan desain lemari yang akan kami beli. Desain yang simple, sederhana, namun tetap terlihat modern dan juga menarik, ini keinginan kami. Karena untuk anak-anak, kami memilih desain yang cocok, disesuaikan dengan karakter kartun zaman sekarang. Dari warnanya juga, warna yang soft, tidak terlalu gonjreng!

Sebenarnya tidak ada keharusan untuk memilihkan desain karakter, tapi untuk membedakan saja antara lemari anak dan orang tua. Eh tapi, ini keinginan Ibunya, ding. Hahahaha Tak sampai pada desain tampilan depan, kami juga memperhatikan jumlah rak yang ada di dalam lemari. Karena baju si kecil pastinya akan banyak, kami pun memilih lemari dengan beberapa rak. Banyaknya rak ini juga memudahkan kami untuk menaruh pakaian sesuai dengan jenisnya. Yaa...supaya nantinya kami juga mudah untuk menemukan kembali pakaian karena sudah tersusun berdasar jenisnya. Celana pendek, misalnya.

Dapat Dibongkar Pasang

Naaaah, ini adalah jawaban dari si lemari pakaian minimalis. Kalau cluenya dapat dibongkar pasang, berarti milihnya yang dari material plastik. Ada, sih, dari bahan kayu yang dapat di bongkar pasang, tapi agaknya terlalu susah. Selain itu, material dari Plastik lebih mudah untuk dipindah atau digeser-geser ke mana pun.

Pada akhirnya, kami memilih lemari dengan material plastik dengan merek yang terkenal itu. Alhamdulillaah cukup kokoh dan nampaknya bakal awet. Raknya pun banyak, ada empat rak dengan tinggi masing-masing 60 cm. Dan untuk sementara, lemari si kecil ini bisa difungsikan untuk lemari Ayahnya karena pakaian si kecil belum terlalu banyak. 🙊 

Kalian punya tip memilih lemari pakaian untuk si kecil? Boleh, dong, sharing dengan kami. 

Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Tentang ruam popok ini asli bikin drama. Peradangan pada kulit bayi di area yang tertutup popok, dan umumnya terjadi pada bokong. Dan jika cewek, biasanya juga terjadi pada enok (istilah Yasmin untuk menyebut daerah kewanitaan). Kulit yang mengalami ruam akan tampak kemerahan. Ruam popok biasanya terjadi karena reaksi kulit setelah terus menerus bersentuhan dengan urine dan tinja. Popok sudah penuh dan orang tua ngga menyadarinya. Si kecil pun terus berlaian ke sana sini dengan gesit karena belum paham jika popok sebenarnya udah hampir luber


Kecemut masih bayiik...
Aku kira ruam popok hanya terjadi jika si kecil menggunakan diapers atau popok sekali pakai. Makanya semenjak usia enam bulan dan kerap diajak main, aku lebih memilih clodi atau popok kain. Seperti saat jalan-jalan ke Borobudur, aku membawa beberapa clodi buat ganti. Dan ternyata salah. Memakai clodi pun bisa juga mengakibatkan ruam popok. Apalagi jika daya serap clodinya rendah. Sangat memungkinkan untuk cepat kena ruam. 😣

"Duuh...makanya pilih clodi yang ada leg gussetnya."

Uwh...sudah, dong. Aku juga memilih yang inner gussetnya lebih bagus supaya urine ngga cepat luber. Tapi kesensitifan kulit si kecil kan beda-beda, ya. Dan kulit Kecemutku termasuk yang cukup sensitif. Makanya, jika menggunakan diapers, kami harus sering-sering mengontrolnya. Kadang sampai telat ganti popok, bakal terjadi ruam di daerah enok dan selakangan, gitu. Ruamnya ngga langsung yang parah gitu, sih. Tapi aku ngelihatnya, tuh, bikin periiiiiih. Nah, kalau udah sampai kena ruam, maka pertama kali yang kena marah adalah GUE, IBUnya. 🙋‍♀️


Udah milih yang terbaeeeeek, gaaaais...
Ini kena marahnya ngga cukup sekali, lho. Tiap kali sedang mengganti celana dalam si kecil (kalau udah ruam, ngga bakal pakai diapers lagi, pakainya celana dalam), kembali dihujat sodara-sodara, Mbah Uti Yasmin pasti marah-marah, gitu. Mbah Kakungnya juga. 😂 Kalau suami mah, selooow. 🙊

Nah, supanya ngga kena terlalu sering kena ruam pokok, ganti diapersnya lebih rajin. Aku biasanya per tiga atau empat jam, jika sedang dalam perjalanan atau traveling. Ngga menunggu diapersnya penuh. Yaa...ketimbang kena marah orang sejagat raya, mending lebih rajin menggantik diapers, dong. 🙊

Dan pada akhirnya, aku acungkan dua jempol buat kalian yang punya baby, dan sama sekali belum pernah merasakan si kecil kena ruam popok. Kalian hebat, ngga kayak aku! 😂

Share
Tweet
Pin
Share
2 komentar
Dear Kecemut Ibu yang kini sudah 2 tahun lebih 4 bulan...

Nak, semoga kamu masih ingat saat pertama kali menginjakan kaki di atas pasir Pantai Parangtritis, ya. Pasir pantai yang seharian kena terik matahari, dan panasnya masih membekas meski kita sampai Pantai jam 16.00 WIB lebih dikit. Kaki mungilmu berjalan di atas pasir tanpa alas. Telapak kaki Ibu saja merasakan panas yang luar biasa, apalagi kamu. Kamu yang pada dasarnya lebih suka jalan, akhirnya minta gendong karena mungkin telapak kaki ngga tahan menginjak pasir terus-terusan. Selain panas, mungkin bagimu terasa geli.

"Panas, Bu. Geliiii, Bu. Panaass. Gendong, Bu." Teriakmu sore itu. Namun Ibu ngga bisa menggendongmu karena membawa tas yang berisi mainan dan mencangking sandal Ibu supaya ngga kena pasir.

Andai Pantai itu dekat dengan rumah kita ya, Nak. Tiap hari ginian... Hahaha
Sungguh, kita bisa sampai pantai bukan hanya karena keinginan Ibu semata atau keegoisan Ibu yang sudah lama ngga melihat desiran ombak. Namun ada beberapa hal yang ingin Ibu kenalkan ke kamu, yaitu tentang isi alam ini. Sesuai keinginan Ibu, bukan janji tapi Ibu selalu berusaha memberi pengetahuan baru. Setidaknya apa yang telah kamu lihat di buku yang tiap hari, televisi atau media belajar lainnya, dapat dinikmati secara langsung.

Nak, bermain pasir sepuasnya di pantai, ini adalah salah satu mimpi kita. Ya, kita yang biasanya mainan pasir amat terbatas di samping rumah, sore itu kita mengumpulkan pasir tanpa bingung mau mengeruk di mana lagi, lalu mencetaknya berjejer. Persis seperti yang telah kita lakukan jika main pasir di rumah.

Betapa bahagianya Ibu melihat kamu begitu semangat memasukan pasir ke dalam wadah, lalu menumpahkannya membentuk tabung. 🛢 Sesekali kamu melihat beberapa delman bersliweran di pinggir pantai. Kamu juga sempat meminta untuk naik delman menyusuri tepian pantai. Tapi karena sore itu hari makin gelap, Ibu ngga memenuhi keingnan kamu. Ingat pesan Mbah Uti, kan? Bahwa, kita musti lebih berhati-hati bila bedug tiba. Mungkin lain waktu, ya.

Agaknya kagum dengan ombak yang ada di depanmu...
Nampaknya kamu ngga akan bosan bermain seharian di pantai. Belum lagi ombak yang beberapa kali menghampirimu saat sedang mengambil pasir. Ekspresi kamu saat itu antara kaget, ingin lari, dan mengikuti arus ombak. Sayang banget, matahari makin menjauh. Ibu harus segera menggendongmu, menyudahi permainan ini. Angin sore ngga menyehatkan, apalagi Ibu harus membersihkan seluruh tubuhmu yang terkena pasir. 🏖

Nak, semoga Ibu bisa mengajak kamu main ke pantai lagi, beda obyek, dan beda jenis pasir. Kalau ngga ke Pantai Pink, ya Pantai Menganti. Pinginnya, sih, pantai yang ada banana boatnya atau speed boat, biar kita bisa ngeng-ngeng di atas pantai. 🤹‍♀️
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Akhir-akhir ini aku lagi was was dengan tumbuh kembang Kecemut perihal warna. Semenjak usianya 15 bulan, aku mulai mengenalkan warna kepada Kecemut dengan membelikannya bola warna-warni yang dijadikan untuk media mandi bola. Selain sebagai pegangan, rangsangan, aku sering mengenalkan warna kepadanya melalui bola. Saat itu, bola menjadi media yang cukup tepat, ngga terlalu bahaya. Memang belum ada interaksi, sih. Pikirku, sambil merangsang motoriknya, gitu.

Iki yo warna-warniii...
Makin bertambah usia, dengan media yang berbeda tentunya, aku kira dia sudah paham betul dengan warna. Namun ternyata belum. Tepatnya usia 20 bulan, aku mulai membelikan spidol warna-warna untuk coret-coret. Eeeh, kok membeli, sih. Niatnya emang mau beli, tapi malah dikasih sama Budhe Lia, yaudah alhamdulillaah. 🙊

Dalam lembaran kertas, kami belajar menggambar. Kadang aku yang menggambar, lalu minta tolong kepada Kecemut untuk memberi warna.

"Coba ini diwarnai biru, Taaa." Aku mencoba pemanasan, melihat antusias dia juga. Tak lama kemudian, yang dia ambil bukan spidol warna biru tapi langsung digunakan untuk mewarnai.

"Duhh...ini belum jadi, nih." Batinku saat itu. Merasa ingin memberi tahu kalau dia salah memilih warna, aku pun mengambil spidol warna biru, lalu aku tunjukan kepada Kecemut.

"Itu warna merah, Mbak. Kalau ini warba biru." Akupun mengulurkan spidol warna biru  dan Yasmin langsung menggunakannya.

Puncaknya kemarin ini, saat usianya 2 tahun lebih 2 bulan, dia meminta balon yang akan digunakan untuk launching tempat wisata. Di situ hanya ada 2 warna balon yaitu merah dan putih. Uniknya, dia minta balon kuning. Pikirku, dia pingin balon tapi memang yang warnanya kuning. Aku jawab ngga ada, terus dia nunjuk ke arah balon-balon itu, dong. Ternyata yang dia maksud adalah balon warna merah. 🤸‍♀️
Bola gini, lho. . .
Duuh...tambah was was ini. Ada praduga-praduga negatif dalam benak Ibuk. Fufufufu. Agaknya ngga percaya anak dua tahun belum paham warna sama sekali kecuali hitam dan putih. Yaudah, sekarang tiap hari, tiap kami lagi bareng, sesekali pasti belajar warna. Entah bentuknya tebak-tebakan, atau minta tolong untuk mengambil barang apapun yang berwarna.

Sekarang yang lagi agak mendidih dalam benak, sebenarnya kapan anak paham warna? Beberapa kali tanya sama teman-teman, ada yang sudah lupa, ada yang memang juga belum paham betul warna. Mereka ya rata-rata seusia Yasmin. Pingin dibuat selow, tapi kok tetap ada rasa was was, ya. Hahahaha.

Percayalah, akan ada keajaiban datang, ya. Percaya saja, Buk. *ini menyemangati diri* 🤹‍♀️
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

Cari Di sini

Perkenalkan...

Hai...perkenalkan, saya Idah. Ibuk dari dua anak dan satu-satunya admin di blog ini.

Rutinitas saya saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu Pekerja Kantoran. Kami sekarang tinggal di Kota Dawet Ayu, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Oiya, jika ingin komunikasi, bisa melalui akun instagram kami @cerisfamily atau kontak langsung melalui email cerisfamily@gmail.com. Terima kasih.

On Youtube

Fans Page

CERIS Family

Blog Archive

  • ▼  2025 (14)
    • ▼  Juni (2)
      • 6 Perbedaan Cat Waterproofing Asli dan Palsu, Patu...
      • Menjadi Mata di Setiap Sudut Rumah: Insto Dry Eyes...
    • ►  Mei (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (39)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (28)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (14)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (17)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (26)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (61)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (62)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2015 (63)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (2)

Popular Posts

  • Biaya USG 4 Dimensi di RS Panti Nugroho
  • Tujuan Pemeriksaan HB dan HBsAG untuk Ibu Hamil
  • Tip Agar Jahitan Pasca Melahirkan Cepat Kering

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Part Of Community


Blogger Perempuan
mamadaring
Seedbacklink

Follow Us!

Social Media

Facebook Twitter Instagram Youtube Blog Ibu

MageNet

0ccdff8bd3766e1e4fdd711a2ad08ee5151bd247

Created with by ThemeXpose