Juli lalu, pengasuh Syaquita yang sekaligus menjadi Asisten Rumah Tangga (ART) di rumah kami pamit karena harus intens mengurus keluarganya. Artinya, kami harus mengatur waktu lebih baik lagi supaya dapat menyelesaikan segala urusan rumah tangga, khususnya si kecil yang kini makin banyak aktivitasnya. 🤗
Kilas balik sebelum mendaftarkan Syaquita ke PAUD.
Saat sedang tidak ada ART, day care dan PAUD menjadi pelarian kami. Mungkin kami salah karena niat awal tidak sepenuhnya ingin menyekolahkan Syaquita. Kami ingin dia punya kegiatan yang lebih terarah selama kami bekerja tanpa merepotkan orang tua, khususnya Mbah Uti yang betul-betul sudah tidak boleh kecapean. 😊
Selama dua hari, saya survey day care di sekitar kota Banjarnegara. Kami lebih memilih day care karena ternyata waktunya bisa fleksibel, khususnya saat penjemputan. Artinya, pagi hari sambil berangkat kerja, saya bisa mengantar Syaquita berangkat ke day care. Kemudian sorenya, saya jemput sembari pulang kerja. Setelah merasa mantap, saya pun berdiskusi dengan Ayah dan juga keluarga. Sayang sekali ternyata Mbahnya kurang sepakat dengan banyak pertimbangan yang menurut mereka belum pas. Baiklah, akhirnya saya dan suami mengikuti saran dari Mbahnya untuk sekolah di PAUD yang tidak jauh dari rumah. Tidak masalah.💃
"Daftarkan lagi ke PAUD, itung-itung sambil latihan bersosialisasi. Lagi pula di sana banyak bermainnya, pasti Syaquita bakal betah." Seperti itu kata Mbah Kakung karena beliau paham betul jika cucu perempuannya pemalu. Saya pun mencoba meyakinkan Ayah ketika hendak mendaftarkan Syaquita ke PAUD. Kenapa saya perlu meyakinkannya? Karena tahun lalu, saat usia Syaquita 2.5 tahun, saya ngeyel untuk mendaftarkannya ke PAUD dan hasilnya kurang memuaskan. Ya, Syaquita hanya bertahan 3 hari sekolah. 😂
Kali ini Syaquita sudah berusia 3.5 tahun. Dia sudah bisa kami ajak berdiskusi dan juga berpendapat. Antusias ketika kami menawarkan untuk kembali masuk PAUD pun sangat berbeda dengan tahun lalu. Saya melihat ketertarikannya untuk bersekolah. Sementara Ayah masih tidak yakin dengan antusiasnya. Bahkan Ayah sampai bisikin ke saya jika ketertarikannya hanyalah sementara. Hahaha. Bismillaah...kali ini kami telah mendaftarkan Syaquita sekolah PAUD dengan harapan dia dapat bertumbuh, berkembang, berpengalaman, dan berbahagia bersama teman-teman barunya. 💓
Ada rasa semangat!
Hari pertama sekolah, saya izin kepada atasan untuk berangkat siang karena akan mendampingi dia sekolah untuk pertama kalinya. Saya ingin tahu bagaimana rasanya ketika dia masuk lingkungan baru, ingin tahu ekspresi dia saat berjumpa dengan teman-teman barunya, dan juga guru-guru. Meski masih banyak malunya, ada kebahagiaan dalam wajahnya.
Tidak hanya itu, tiap kali waktunya sekolah, dia dengan semangat mempersiapkan segala kebutuhannya, mengenakan baju sendiri, memakai sepatu sendiri, dan masih banyak hal yang dia lakukan sendiri termasuk mengenakan jilbab. Sudah satu minggu lamanya, tapi kami masih ada was was dan takut semangat itu tidak akan bertahan lama. Rasa ini tersembunyi dengan baik, tidak kami tunjukan kepada Syaquita karena yang ada tiap pagi kami memberi semangat kepadanya. Alhamdulillaah...dia istiqomah. Dia sudah paham kalau pagi hari harus mandi gasik, sarapan, dan berangkat sekolah.
Penting banget sekolah PAUD.
Yaaaaps! Kami berpendapat demikian. Sekolah yang tadinya hanya sebagai tempat pelarian saat tidak punya ART, kini kami telah mengubahnya menjadi suatu kebutuhan karena kami telah memanen hasil dari sekolah di PAUD.
Baru dua bulan Syaquita bersekolah, tapi banyak hal yang membuat kami takjub akan perkembangannya. Pemahaman kami tentang sekolah PAUD yang banyak bermainnya, ternyata terpatahkan ketika malam hari dia mencoba membaca doa dan surah-surah pendek. Pelan-pelan dia mengingat doa dan surah pendek yang telah dipelajarinya di sekolah. Samar-samar dalam melafalkan, dia mencoba mengingat doa meminta kecerdasan, atau ayat kursi. Kalimat awalnya seperti apa, dan bagaimana melafalkannya dengan baik dan benar. Kami juga membantunya untuk mengingat dengan memberi clue-clue dengan harapan dia akan meneruskannya.
Meski kami di rumah ada sesi belajar bersama seperti menggambar, menyanyi, dan kegiatan lainnya, tapi tetap berbeda ketika dia sekolah. Yaaa...karena kami memberi arahan dan belajar secara hore-hore. Maklum kami tidak ada basic pengajar. Cari tahu bahan-bahan belajar pun tidak maksimal. Sementara di PAUD, belajar sesuai kurikulum dan pasti ada acuannya. Maka dari itu, kami berpendapat bahwa masuk sekolah PAUD itu penting baik untuk melatih bersosialisasi, menambah keberanian, sampai merangsang pertumbuhan otaknya. 💓
Ehhhh...menurut kalian sekolah PAUD penting atau tidak, nih? Bebas berpendapat lho, ya. 😘
Kilas balik sebelum mendaftarkan Syaquita ke PAUD.
Saat sedang tidak ada ART, day care dan PAUD menjadi pelarian kami. Mungkin kami salah karena niat awal tidak sepenuhnya ingin menyekolahkan Syaquita. Kami ingin dia punya kegiatan yang lebih terarah selama kami bekerja tanpa merepotkan orang tua, khususnya Mbah Uti yang betul-betul sudah tidak boleh kecapean. 😊
Selama dua hari, saya survey day care di sekitar kota Banjarnegara. Kami lebih memilih day care karena ternyata waktunya bisa fleksibel, khususnya saat penjemputan. Artinya, pagi hari sambil berangkat kerja, saya bisa mengantar Syaquita berangkat ke day care. Kemudian sorenya, saya jemput sembari pulang kerja. Setelah merasa mantap, saya pun berdiskusi dengan Ayah dan juga keluarga. Sayang sekali ternyata Mbahnya kurang sepakat dengan banyak pertimbangan yang menurut mereka belum pas. Baiklah, akhirnya saya dan suami mengikuti saran dari Mbahnya untuk sekolah di PAUD yang tidak jauh dari rumah. Tidak masalah.💃
"Daftarkan lagi ke PAUD, itung-itung sambil latihan bersosialisasi. Lagi pula di sana banyak bermainnya, pasti Syaquita bakal betah." Seperti itu kata Mbah Kakung karena beliau paham betul jika cucu perempuannya pemalu. Saya pun mencoba meyakinkan Ayah ketika hendak mendaftarkan Syaquita ke PAUD. Kenapa saya perlu meyakinkannya? Karena tahun lalu, saat usia Syaquita 2.5 tahun, saya ngeyel untuk mendaftarkannya ke PAUD dan hasilnya kurang memuaskan. Ya, Syaquita hanya bertahan 3 hari sekolah. 😂
Kali ini Syaquita sudah berusia 3.5 tahun. Dia sudah bisa kami ajak berdiskusi dan juga berpendapat. Antusias ketika kami menawarkan untuk kembali masuk PAUD pun sangat berbeda dengan tahun lalu. Saya melihat ketertarikannya untuk bersekolah. Sementara Ayah masih tidak yakin dengan antusiasnya. Bahkan Ayah sampai bisikin ke saya jika ketertarikannya hanyalah sementara. Hahaha. Bismillaah...kali ini kami telah mendaftarkan Syaquita sekolah PAUD dengan harapan dia dapat bertumbuh, berkembang, berpengalaman, dan berbahagia bersama teman-teman barunya. 💓
Ada rasa semangat!
Hari pertama sekolah, saya izin kepada atasan untuk berangkat siang karena akan mendampingi dia sekolah untuk pertama kalinya. Saya ingin tahu bagaimana rasanya ketika dia masuk lingkungan baru, ingin tahu ekspresi dia saat berjumpa dengan teman-teman barunya, dan juga guru-guru. Meski masih banyak malunya, ada kebahagiaan dalam wajahnya.
Tidak hanya itu, tiap kali waktunya sekolah, dia dengan semangat mempersiapkan segala kebutuhannya, mengenakan baju sendiri, memakai sepatu sendiri, dan masih banyak hal yang dia lakukan sendiri termasuk mengenakan jilbab. Sudah satu minggu lamanya, tapi kami masih ada was was dan takut semangat itu tidak akan bertahan lama. Rasa ini tersembunyi dengan baik, tidak kami tunjukan kepada Syaquita karena yang ada tiap pagi kami memberi semangat kepadanya. Alhamdulillaah...dia istiqomah. Dia sudah paham kalau pagi hari harus mandi gasik, sarapan, dan berangkat sekolah.
Penting banget sekolah PAUD.
Yaaaaps! Kami berpendapat demikian. Sekolah yang tadinya hanya sebagai tempat pelarian saat tidak punya ART, kini kami telah mengubahnya menjadi suatu kebutuhan karena kami telah memanen hasil dari sekolah di PAUD.
Baru dua bulan Syaquita bersekolah, tapi banyak hal yang membuat kami takjub akan perkembangannya. Pemahaman kami tentang sekolah PAUD yang banyak bermainnya, ternyata terpatahkan ketika malam hari dia mencoba membaca doa dan surah-surah pendek. Pelan-pelan dia mengingat doa dan surah pendek yang telah dipelajarinya di sekolah. Samar-samar dalam melafalkan, dia mencoba mengingat doa meminta kecerdasan, atau ayat kursi. Kalimat awalnya seperti apa, dan bagaimana melafalkannya dengan baik dan benar. Kami juga membantunya untuk mengingat dengan memberi clue-clue dengan harapan dia akan meneruskannya.
Meski kami di rumah ada sesi belajar bersama seperti menggambar, menyanyi, dan kegiatan lainnya, tapi tetap berbeda ketika dia sekolah. Yaaa...karena kami memberi arahan dan belajar secara hore-hore. Maklum kami tidak ada basic pengajar. Cari tahu bahan-bahan belajar pun tidak maksimal. Sementara di PAUD, belajar sesuai kurikulum dan pasti ada acuannya. Maka dari itu, kami berpendapat bahwa masuk sekolah PAUD itu penting baik untuk melatih bersosialisasi, menambah keberanian, sampai merangsang pertumbuhan otaknya. 💓
Ehhhh...menurut kalian sekolah PAUD penting atau tidak, nih? Bebas berpendapat lho, ya. 😘