• Home
  • About
  • Jasmine
  • Wildan
  • Hiroku
  • Kesehatan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Jalan Jajan

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah - Today Is Market Day, Bun! Saya mengira begitu ketika Syaquita diminta untuk membawa Combro ke Sekolahnya. Mungkin kalian sudah cukup familiar dengan penganan yang terbuat dari Singkong ini. Iseng-iseng mencari tahu melalui google, ternyata sebutan yang benar adalah Comro, bukan Combro. Dan saya baru tahu, dong! Hahaha.

Comro merupakan penganan khas Sunda yang dibentuk bulat panjang, di dalamnya diisi oncom yang dibumbui, kemudian digoreng. Begitu penjelasan singkat dari KBBI. Hihihi Tapi menyebutkan Comro, tuh, rasanya kurang mantap. Lebih nyaman Combro karena mungkin sudah terbiasa ya, Bun. ðŸ¤­ Iya, yang berat-berat memang lebih mantab.

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah

Tugas Membawa Combro Ternyata Bukan Untuk Market Day.

Setelah pelaksanaan Penilaian Akhir Semester (PAS) selesai, tidak sedikit sekolah yang mengadakan kegiatan tambahan atau class meeting. Mulai dari tingkatan Sekolah Dasar (SD), sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) hampir semua sekolah menambahkan banyak kegiatan sesuai dengan program di sekolah masing-masing.

Saya melihat di status teman-teman baik di WhatsApp Story maupun Instagram Story, ada beberapa SD yang mengadakan Market Day sebagai aktivitas tambahan sebelum libur sekolah. Kegiatan jual beli mulai dari makanan, minuman, atau kerajinan tangan adalah dibuat sendiri. Ada juga yang dibuat seperti kelompok maupun per kelas. Tergantung program sekolahnya.. Nah, saat Syaquita diminta untuk membawa Combro ke sekolah, saya kira akan ada market day di sekolahnya. Tapi ternyata bukan, Bun. Hahaha.

Ceritanya, Bu Siti sebagai wali kelas meminta kepada anak-anak untuk membawa olahan dari Singkong. Beliau sudah membagi 39 anak menjadi 4 kelompok berdasarkan tempat duduknya, satu lajur. Total ada empat deret dalam kelas tersebut, artinya ada empat macam jajanan yang nantinya akan dibawa oleh siswa. Dan masing-masing siswa akan membawa lima biji penganan yang nantinya akan ditukarkan dengan teman lainnya.

Duh, kenapa tiba-tiba seperti menulis soal matematika, ya. Hahaha.

Jajanan yang harus dibawa anak-anak yaitu dari olahan Singkong, yaitu Mata Roda, Combro isi tempe, Combro isi gula, dan Lemet. Syaquita yang duduk pada lajur pertama kebagian membawa Combro isi tempe. Oiya, tugas kali ini adalah proyek bagi anak-anak dengan tema Kearifan Lokal. Proyek dengan judul Pembuatan dan Pengenalan Rasa Makanan Berbahan Dasar Singkong merupakan proyek pertama dalam penguatan profil pelajar pancasila. Dimensi yang dikembangkan dalam proyek ini ada dua, yaitu Gotong Royong dan Mandiri.

Saya tahu tugas ini merupakan proyek setelah mengambil rapor Syaquita. Pada lembar akhir tertulis Rapor Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Dan kegiatan ini dilaksanakan usai PAS.

Drama Tugas Membawa Penganan Dari Singkong.

Etdah, ini beneran ada drama atas tugas membawa penganan dari Singkong, lho. ðŸ˜‚ Versi pertama, ketika mendapatkan tugas dari Bu Guru, ada beberapa siswa yang lupa menyampaikan tugas tersebut kepada orang tuanya. Versi kedua, ada orang tua yang bingung dan tidak yakin atas tugas yang diberikan kepada anak-anak. Yaa...kan tidak semua orang tua tahu tempat duduk anak-anaknya, ya. 

Anak lupa menyampaikan tugas ke orang tua. Lalu, orang tua tidak tahu anak duduk di lajur berapa. Rasanya komplit banget paniknya karena anak rewel. xixixi Pada akhirnya, para wali murid saling bertanya dan diskusi perihal tugas anak-anak melalui WhatsApp Group (WAG). Coba kalau wali kelas membagikan tugasnya melalui WAG wali murid, ya. Sepertinya tidak ada drama. ðŸ˜† 

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah.

Membuat Sendiri Atau Membeli?

Saya merasa beruntung karena alhamdulilah Syaquita tidak lupa menyampaikan tugasnya. Jadi, kami bisa menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Combro isi Tempe. Dari awal mendapatkan catatan kecil dari Syaquita perihal tugasnya yang harus dibawa pada hari Senin, saya tidak ada niat untuk membeli Combro. Makanan tradisional ini memang melimpah di pasar tradisional dan tukang sayur. Harganya pun sangat terjangkau, satu bungkus isi 10 cuma lima ribu rupiah, lho. Murah meriah banget, kan. Ada juga pilihan satu biji harga seribu rupiah, ini ukurannya lebih besar. 

Beli combro untuk tugas sekolah memang lebih simpel. Tapi saya memilih untuk membuat sendiri dengan harapan dia tahu sedikit proses membuat combro. Saya selalu yakin pada setiap proses pasti ada manfaatnya. Kabar baiknya, ketika saya tawarkan kepada Syaquita, dia langung YES untuk membuat combro di rumah tanpa ba bi bu. Alhamdulillah...

Senin pagi, kami pun bangun lebih awal untuk menyiapkan semua bahan-bahannya. Kebetulan singkong sudah diambil dari kebun pas Minggu sore. Jadi, tinggal parut singkong, diberi bumbu, ulek tempe buat isi Combro, kemudian digoreng. Syaquita yang ikut membentuk combro menjadi bulat pipih tidak percaya kalau pembuatan Combro begitu mudah. Karena dia tidak begitu suka bawang, jadi tempe aku ulek dengan bumbu sedikit bawang. Alhamdulilah...tidak sampai 10 menit, Combro bisa dinikmati buat camilan di rumah dan dibawa ke sekolah. ðŸ˜Š 

Setelah tahu proyek ini sebagai penguatan profil pelajar pancasila yang bertujuan untuk mengembangkan dua dimensi, sepertinya lebih seru jika dikerjakan secara bersama-sama dengan teman-temannya. Apalagi saat tahu ada penilaian perihal kemampuan anak menunjukkan sikap mandiri atau gotong royong, saya semakin yakin jika dikerjakan secara bersama-sama atau gotong royong, anak-anak akan lebih memahami pentingnya kerjasama.

Terima kasih buat Bu Ari yang sudah membagikan foto-foto dan videonya, ya. Terima kasih juga buat Bu Siti yang dengan penuh kesabaran memberikan pengertian atau penjelasan tentang ragam jajanan yang berbahan dasar Singkong.

Omong-omong, apakah ada kegiatan tambahan di sekolah anak-anak Bunda? Boleh, dong, sharing kegiatannya apa saja! ðŸ˜˜ 😘
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Ngobrolin uang jajan anak SD sepertinya seru juga, nih. Postingan kali ini terinspirasi dari anak perempuan saya yang saat ini duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar (SD). Sore itu, kami sedang deep talk perihal aktivitas yang dia lakukan selama di Kolam Renang Cangkring. Saya pernah menuliskan tentang Jasmine yang saat itu pergi ke Cangkring bersama teman-temannya tanpa didampingi orang tua.

Boleh dibaca lagi tentang Anak Usia 6 Tahun Pergi Renang Tanpa Orang Tua. Langsung Viral!

Berbicara dari hati ke hati kerap kami lakukan. Meskipun kami setiap hari bertemu tapi karena saya bekerja dan sampai rumah kira-kira pukul 17.00 WIB, rasa-rasanya waktu buat ngobrol bareng anak-anak kurang banget. Kebetulan saat deep talk beberapa bulan yang lalu, Jasmine sempat menyinggung uang jajan. Dia bertanya, kenapa uang jajan dia dan teman-teman tidak sama? Baik di sekolah maupun di rumah. Menarik banget untuk dibahas, bukan? ðŸ¤­

uang jajan anak SD

Mengajak Anak Untuk Membedakan Antara Kebutuhan Atau Nafsu Belaka?

"Ibu, aku harus bawa bekal setiap hari. Kata Bu Guru, enggak boleh jajan di kantin sekolah." 

Saya masih ingat ketika Jasmine menyampaikan perihal harus membawa bekal saat sekolah. Tentu saya respek pada sekolah yang memberlakukan aturan harus membawa bekal setiap harinya. Dulu, saat dia masih TK juga wajib membawa bekal dari rumah. Artinya, ini sangat membantu anak-anak untuk belajar tidak konsumtif di sekolah sejak usia dini. Maksudnya tidak banyak beli jajan di sekolah. Saya masih ingat sebelum pandemi banyak banget orang yang jualan jajan dan standby di dekat pintu masuk sekolah. Mungkin jika diberi uang jajan Rp 10 ribu setiap harinya akan habis. Ya hitung saja, sekali "nemplok" di satu jajan saja minimal Rp 2 ribu. Betul, kan?😆

Jujur, saya sempat merasa sedih ketika Jasmine bercerita ada beberapa teman sekolahnya yang diberi uang saku Rp 10 ribu tiap harinya. Ada juga yang sudah membawa bekal tapi masih diberi uang saku Rp 5 ribu tiap harinya. Saya melihat ekspresinya ketika sedang bercerita, tuh, seolah-olah matanya berbicara jika uang sakunya ingin ditambah. Hahaha. Saya jadi penasaran, siapa saja yang uang sakunya lebih dari lima ribu. Kebetulan saya cukup paham satu per satu temannya, hafal juga rumahnya jauh atau dekat dengan sekolah. Saya pun bertanya kepada Jasmine, barangkali ingin ditambah uang jajannya untuk di sekolah.

Ternyata jawabannya IYA! ðŸ™ˆ

Sebelum saya ketok palu untuk menambahkan uang jajan di sekolah, saya tanyakan jajan apa saja yang sering dia beli di kantin sekolah? Ternyata tidak jauh dari jajanan yang kerap dia beli saat di rumah. Padahal di kantin sekolah ada jajanan sehat home made, lho. Tapi namanya anak-anak kan kebanyakan pilih yang gurih asin kriuk-kriuk, ya. ðŸ˜„

Tapi yang perlu diketahui, nih, karena saat jam istirahat anak-anak makan bekal yang dibawa dari rumah, perut insya allah sudah kenyang. Apalagi saya lebih sering membawakan Jasmine bekal nasi dan lauk sesuai requestnya, dipastikan kenyang karena bekalnya habis. Ini semoga habis karena dimakan beneran, ya. Hahaha. 

Obrolan kami dengan topik uang jajan terus berlanjut. Saya mencoba berpendapat dan mengajaknya untuk berpikir ringan tentang uang jajan. Kali ini tidak hanya uang jajan di sekolah tapi juga di rumah. Saya sampaikan jika saat masih SD kelas 1 uang jajannya Rp 5 ribu setiap harinya, berarti kalau kelas 2, 3, 4, 5, 6, kira-kira berapa, dong? Masih disamakan atau tidak? Eh...dia malah menghitung sendiri kalau nanti kelas 6 bakal dapat uang saku Rp 30 ribu setiap harinya. Duduh, enak aja!😆 

Apa saja yang diminta anak-anak tidak harus dituruti semuanya kan ya, Bun. Apalagi yang berhubungan dengan uang keluar, orang tua harus lebih hati-hati dan tegas dalam memberikan pengertian kepada mereka agar nantinya bisa menjadi kebiasaan baik. Berikan pemahaman yang sekiranya dapat diterima oleh akalnya, karena pada anak usia dini masih sering ikut-ikutan temannya. Mereka juga harus pelan-pelan belajar membedakan antara kebutuhan atau nafsu belaka saat hendak membeli jajan.

Kadang ada lho, anak yang baru saja makan tapi dengar ada tukang sate lewat depan rumah, mereka minta dibelikan. Eh...sudah dibelikan cuma dimakan satu atau dua tusuk saja. Ehem...jatah Ibunya menghabiskan, ya! Belum lagi ketika melihat temannya beli jajan apalah-apalah, dia ingin membelinya juga. 🤭Entah bagian dari rasa penasaran atau nafsu belaka, usahakan ada komunikasi sebelum membelinya.

Pentingkah Memberikan Batasan Uang Jajan Kepada Anak?

Anak SD sudah bisa belajar budgeting lho, Bun. Tapi namanya masih belajar kadang ada saat-saat dia lupa atau belum bisa kontrol penuh. Contohnya, diberi uang jajan Rp 5 ribu untuk satu hari, eh...dihabiskan pas di Sekolah. Terus, saat di rumah ingin jajan bingung atau merengek minta ditambah uang jajannya. Mintanya sambil minta maaf dan meluk-meluk Ibunya, lho. Tapi karena tau Ibunya lagi bad mood,  dia ganti nempel Ayahnya atau Mbahnya. Sudah pasti runtuh pertahanan kerajaan Sriwijaya karena kalau nempel Mbahnya kadang dapatnya lebih.🤭 Tapi jangan pantang menyerah, Bun! Tetap perketat penjagaan dan kuatkan hati. 😂

Mulai usia 6 Tahun, Jasmine sudah mulai saya bekali dengan belajar budgeting. Alhamdulillah sejauh ini aman banget dengan budget Rp 5 ribu per hari. Namun sebagai Ibu yang masa kecilnya selalu dimanja orang tua, peraturan saya tidak seketat keputusan presiden. Pemberiah uang jajan memang ada peraturan tersendiri dan terpisah. ðŸ¤­ Namun. ada hari-hari di mana saya memberikan semacam bonus. Ada juga hari-hari di mana kami bersepakat untuk jajan bersama, jajan sesuai dengan apa yang sedang diinginkannya, pokoknya ada waktu untuk dia dapat menikmati jajan apa saja. Kalau dihitung mungkin pengeluaran akan sama dengan teman-temannya yang diberi uang jajan Rp 10 ribu per hari. Tapi saya merasa cara ini paling aman -versi saya-, untuk membiasakan diri supaya tidak jajan yang hanya sekadar nafsu belaka.

Bagi saya, memberikan batasan nominal uang jajan kepada anak sejak usia dini sangat penting. Dengan begitu, mereka akan lebih hati-hati dalam mengeluarkan uang dan tidak boros. Dan jika sudah bisa menjadi suatu kebiasaan sejak usia dini, orang tua akan merasa lebih aman nantinya. Rasa khawatir pun sangat minim karena sudah terbentuk perilaku dan kebiasaan mengelola keuangan ketika memasuki usia dewasa.

Lebih dari itu, literasi keuangan menjadi penting untuk ditanamkan sejak usia dini karena pengetahuan dan pengalaman keuangan yang ditanamkan akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga membentuk karakter dan kebiasaan mengelola keuangan mereka di masa depan sebagai suatu budaya baik, seperti mengenal makna uang, kebiasaan menabung, hingga mendahulukan kebutuhan dari keinginan hingga nilai-nilai berbagi.

Uang Jajan Anak SD Terlihat Sepele, Tapi Nilainya Cukup Lumayan.

Pandemi memang tidak hanya memberikan dampak negatif bagi kehidupan, namun banyak juga pelajaran atau hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah virus Corona. Salah satunya orang tua harus membawakan bekal atau jajan untuk anak-anak dengan harapan apa yang dikonsumsi mereka adalah makanan dan minuman yang higienis. Artinya, jatah uang jajan mereka bisa jadi berkurang.

Jika mau mulai berhitung, nilai uang jajan anak SD nilainya cukup lumayan, lho. Hitung saja jika diberi jatah uang jajan Rp 5 ribu tiap harinya, sudah termasuk jajan di sekolah dan di rumah, orang tua harus menyediakan uang Rp 150 ribu per bulan. Ini baru satu anak, ya. Kalau ada tiga anak? Ratusan ribu rupiah, kan.😂

Pengeluaran untuk jajan anak memang tidak boleh disepelekan. Sekecil apapun nominalnya, anak-anak harus terus dibekali atau belajar literasi keuangan meskipun masih usia dini supaya kelak dapat mencapai financial freedom.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Anak Menangis Sampai Tantrum - Mempunyai dua anak dengan jenis kelamin yang berbeda sungguh membuat saya harus semakin kuat. Ah, jadi ingin calling buat Ibu-ibu yang di rumah sudah punya anak sepasang, nih. Kira-kira suasana rumah lebih sering hening atau kerap ramai yang kadang berujung tangisan karena berebut sesuatu? 😆


Ceritanya, Wildan belum lama ini menangis yang sampai heboh banget. Menangis sambil teriak-teriak. Saya masih beruntung karena dia tidak menyakiti dirinya, tidak lempar barang-barang, dan tidak berusaha untuk mengurung diri. Ehem..apakah dia sedang mengalami tantrum?

Tantrum adalah perilaku yang umum terjadi pada anak-anak kecil. Salah satu bentuk tantrum yang sering terlihat adalah menangis hingga tantrum. Menangis adalah cara alami bagi anak-anak untuk mengekspresikan emosi mereka, tetapi ketika menangis berubah menjadi tantrum yang keras dan tidak terkendali, dapat menimbulkan tantangan bagi orang tua dan pengasuh.

Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang tantrum dan bagaimana menangis sampai tantrum mempengaruhi anak-anak, serta memberikan beberapa tips tentang cara menghadapinya.

Apa itu tantrum?
Tantrum adalah respons emosional yang kuat dan tidak terkendali yang biasanya ditunjukkan oleh anak-anak ketika mereka merasa frustrasi, marah, atau tidak puas. Tantrum dapat melibatkan perilaku seperti menangis, berteriak, merangkak di lantai, memukul, dan melempar benda-benda.

Menangis hingga tantrum: Apa yang terjadi?
Menangis adalah respons alami bagi anak-anak ketika mereka merasa sedih, kecewa, atau merasa tidak nyaman. Namun, ketika anak-anak tidak mampu mengatasi atau mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang sehat, menangis dapat berubah menjadi tantrum. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan menangis menjadi tantrum meliputi:

Ketidakmampuan berkomunikasi: Anak-anak yang belum memiliki keterampilan bahasa yang memadai mungkin sulit mengungkapkan kebutuhan atau frustrasi mereka dengan kata-kata. Ini dapat menyebabkan penumpukan emosi yang akhirnya meledak menjadi tantrum.

Frustrasi: Ketika anak-anak menghadapi kesulitan dalam mencapai tujuan mereka, seperti memahami tugas atau memecahkan masalah, mereka dapat merasa frustrasi. Jika mereka tidak mampu mengatasi frustrasi tersebut, tantrum dapat terjadi.

Kurangnya keterampilan pengaturan emosi: Anak-anak yang belum belajar bagaimana mengelola emosi mereka dengan baik cenderung lebih rentan terhadap tantrum. Mereka mungkin tidak tahu cara menenangkan diri atau mengungkapkan emosi mereka secara sehat.

Menghadapi tantrum.
Mengatasi tantrum dapat menjadi tantangan, tetapi ada beberapa strategi yang dapat membantu:

Tetap tenang: Jaga ketenangan Anda sebagai orang tua atau pengasuh. Menjaga ketenangan akan membantu mengurangi eskalasi emosi dan membantu anak-anak merasa lebih aman.

Pahami dan ajarkan keterampilan sosial dan emosi: Bantu anak-anak untuk belajar mengenali dan mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang sehat. Ajarkan mereka strategi pengaturan emosi seperti bernapas dalam-dalam atau menghitung hingga sepuluh sebelum bereaksi.

Berikan alternatif yang lebih baik: Bantu anak-anak menemukan cara-cara yang lebih baik untuk mengatasi frustrasi atau mengungkapkan kebutuhan mereka. Misalnya, ajarkan mereka untuk menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan atau minta bantuan daripada langsung tantrum.

Jaga konsistensi: Berikan batasan dan harapkan konsekuensi yang jelas jika tantrum terjadi. Konsistensi membantu anak-anak memahami bahwa perilaku tantrum tidak akan diterima dan memberikan struktur yang stabil bagi mereka.

Berikan perhatian positif: Pujilah anak-anak ketika mereka menggunakan keterampilan pengaturan emosi yang baik atau mengekspresikan diri dengan kata-kata dengan baik. Memberikan perhatian positif dapat memperkuat perilaku yang diinginkan.

Ini adalah kali ketiga Wildan menangis yang menurut saya sudah melebihi batas wajar. Sebagai orang tua, saya harus lebih banyak belajar lagi cara atau upaya yang harus dilakukan saat anak mulai tantrum. Saya juga harus lebih sigap ketika dia mulai menangis keras.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Hi, Parents! Siapa yang masih suka berkecil hati punya anak pemalu, nih? Ada kekhawatiran kalau nanti akan susah bersosialisasi khususnya saat mulai belajar di sekolah. Terus, siapa yang masih suka merasa pasrah punya anak pemalu, nih? "Udah, emang dasarnya pemalu ya sampai kapan pun pemalu." Mungkin seperti itu yang ada dalam pikiran orang tua. Lebih dari itu, kadang ada orang tua yang merasa bahwa sifat pemalu sudah menjadi bawaan sejak lahir atau ada faktor keturunan dari orang tua.

Pentingnya Membangun Kepercayaan Diri pada Anak

Bun, ayo semangat untuk membangun kepercayaan diri pada anak. Percaya diri itu bisa dibangun sekalipun si kecil pemalu, lho. Mungkin ada baiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu kepercayaan diri.

Kenali Apa Arti Kepercayaan Diri.

Kepercayaan diri merupakan sifat yang dimiliki oleh seseorang dengan rasa percaya dan yakin terhadap kemampuan yang di dalam dirinya. Kepercayaan diri juga merupakan salah satu kualitas penting yang perlu dibangun pada anak sejak usia dini. Membangun kepercayaan diri pada anak merupakan tugas yang penting bagi orang tua dalam menjalankan peran parenting mereka. 

Mengapa Membangun Kepercayaan Diri pada Anak Penting?

1. Mengatasi Ketakutan dan Kecemasan.

Anak yang memiliki kepercayaan diri yang kuat cenderung lebih mampu mengatasi ketakutan dan kecemasan dalam kehidupan sehari-hari. Mereka akan merasa lebih yakin dan mampu menghadapi tantangan dengan lebih tenang.

2. Meningkatkan Motivasi dan Minat Belajar.

Anak yang percaya pada kemampuan dirinya sendiri akan memiliki motivasi yang tinggi dan minat yang kuat untuk belajar. Mereka akan lebih berani mencoba hal baru dan tidak takut menghadapi kegagalan.

3. Mengembangkan Hubungan Sosial yang Sehat.

Kepercayaan diri yang baik membantu anak dalam berinteraksi dengan orang lain. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka sendiri dan mampu membentuk hubungan sosial yang sehat dengan teman sebaya dan orang dewasa.

4. Membantu Dalam Pengambilan Keputusan.

Anak yang memiliki kepercayaan diri yang kuat akan lebih mampu mengambil keputusan yang baik dan bertanggung jawab. Mereka percaya bahwa mereka memiliki kemampuan untuk membuat pilihan yang tepat.

Bagaimana Membangun Kepercayaan Diri pada Anak?

Dalam proses tumbuh kembang anak, kepercayaan diri memainkan peran yang sangat penting. Kepercayaan diri juga sangat membantu anak menghadapi tantangan, mengatasi kegagalan, dan meraih prestasi. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk membantu membangun kepercayaan diri pada anak sejak usia dini.

Nah, berikut cara membangun kepercayaan diri pada anak.

Berikan Pujian dengan Tulus.

Pujian yang tulus dan spesifik terhadap usaha dan prestasi anak akan membantu membangun kepercayaan diri mereka. Fokuskan pada usaha dan perkembangan anak, bukan hanya pada hasil akhir.

Berikan Tanggapan Positif dan Dorongan.

Mendengarkan dan memberikan tanggapan positif terhadap perasaan dan pendapat anak akan membantu mereka merasa dihargai dan diterima. Dorong anak untuk mencoba hal-hal baru dan mengatasi kegagalan dengan mengajarkan mereka tentang proses belajar.

Berikan Kesempatan untuk Berpartisipasi.

Libatkan anak dalam kegiatan dan tanggung jawab sehari-hari. Memberikan kesempatan untuk berkontribusi dan mengambil tanggung jawab akan membantu mereka merasa penting dan memiliki nilai.

Tetapkan Batasan yang Jelas dan Konsisten.

Memberikan batasan yang jelas dan konsisten membantu anak merasa aman dan terlindungi. Ini memberikan mereka rasa percaya diri untuk menjelajahi dunia dengan batasan yang terukur.

Dampak positif dari kepercayaan diri pada anak sangat banyak. Diantaranya yaitu peningkatan kinerja akademik, pengembangan keterampilan sosial, dan pemupukan minat dan bakat anak. Dengan membangun kepercayaan diri yang kuat, anak akan tumbuh menjadi individu yang percaya pada kemampuan diri mereka dan siap menghadapi dunia dengan keyakinan dan optimisme.

So, jangan lagi berkecil hati atau pasrah dengan anak yang punya sifat pemalu ya, Parents! Terus beri dukungan agar anak dapat menjadi pribadi yang punya percaya dengan kemampuan dirinya.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Hi, Parents! Apakah Bunda dan Ayah pernah ngobrolin tata tertib di rumah bareng anak? Bagaiamana reaksi mereka saat dikenalkan dengan tata tertib? Simpan dulu jawabannya, lanjut baca artikel yang berisi tentang obrolan tata tertib bareng anak sampai pada akhirnya terjadi lah kesepakatan. 😉



Yaps! Membuat kesepakatan dengan anak, tuh, lebih ringan dan mudah ketimbang membuat kesepakatan dengan orang dewasa. Apalagi kesepakatan tentang bayar hutang. Sudah sepakat akan dibayarkan setelah dua minggu peminjaman, eh pas ditanya malah diam-diam bae. Eh maaph kalau curcolnya kebablasan ya, Bun. 🤣

Ehem...ceritanya saya happy banget karena pelan-pelan sudah mulai "memanen" hasil dari obrolan tentang tata tertib yang bisa dilakukan di rumah bareng anak-anak. Tentu hasil yang saya dapatkan ini sudah melalui diskusi yang panjang, waktu yang tidak sebentar, dan proses yang tidak mudah. Terkadang tidak sengaja, saya mengeluarkan nada tinggi ketika mereka sedang berproses. Yups, saya yang lebih sering kurang kontrol ketimbang anak-anak. Padahal tahu kalau mereka, tuh, masih belajar. Apalagi Wildan, anak usia tiga tahun masih sering lupa dengan apa yang sudah menjadi kesepakatan.

Dua Anak Beda Usia, Tetapi Tanpa Sengaja Kerap Saya Samakan.

Berat banget. Asli berat banget kalau tiba-tiba keceplosan "Wildan, pisahkan antara kaus dan singlet, ya." Terus, dia bengong karena bingung. Bisa jadi dia membatin, "Ini maksud Ibu apa, ya? Atau, aku punya salah apa, ya. Kok ngomongin pisah-pisah?" 😆

Yaps! Peraturan tentang pemisahan antara baju dan dalaman saat mau mandi sebenarnya berlaku untuk Mbaknya, tapi saya kadang lupa Wildan kena mention juga. Kasihan banget melihat wajah polosnya. Lupa yang bikin kaget anak, tuh, rasanya tidak enak. Soalnya kalau yang kena salah mention adalah Mbaknya, saya bisa kena semburan balik, nih.

Sekarang saya lebih berhati-hati lagi ketika akan mengingatkan anak-anak perihal tata tertib di rumah. Meskipun usia mereka terpautnya tidak begitu jauh yaitu empat tahun, tetapi keterpautan usia mereka menjadi jauh karena masih pada usia anak-anak. Misalnya, anak pertama sudah sampai tata tertib nomor tujuh, sedangkan anak kedua baru sampai tata tertib nomor tiga.

Memberikan Pemahaman Tentang Tata Tertib yang Akan Dijalankan.

Diskusi bareng anak banyak banget manfaatnya baik untuk orang tua mapun anak. Sebelum melakukan kesepakatan, orang tua wajib menjelaskan tata tertib apa saja yang  akan diberlakukan di rumah bareng anak-anak sampai mereka betul-betul paham.

Usai menjabarkan tata tertib apa saja yang akan segera berlaku di rumah, tidak ada salahbya oran tua dapat "memancing" anak belajar menyampaikan pendapat bila kurang berkenan atau keberatan dengan tata tertib yang telah disampaikan. Anak pun menjadi lebih berani dalam mengutarakan pendapat atau berkomunikasi. Dengan adanya diskusi, orang tua pun bisa mengetahui kesiapan anak dalam menjalankan tata tertib di rumah. 

Lebih dari itu, dalam sebuah tata tertib mungkin akan dijumpai beberapa istilah yang belum dipahami anak, di sini orang tua dapat menguraikan maksud dan tujuan dengan lebih jelas yang mungkin nantinya dapat menambah kosa kata bagi anak-anak.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Cari Di sini

Perkenalkan...

Hai...perkenalkan, saya Idah. Ibuk dari dua anak dan satu-satunya admin di blog ini.

Rutinitas saya saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu Pekerja Kantoran. Kami sekarang tinggal di Kota Dawet Ayu, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Oiya, jika ingin komunikasi, bisa melalui akun instagram kami @cerisfamily atau kontak langsung melalui email cerisfamily@gmail.com. Terima kasih.

On Youtube

Fans Page

CERIS Family

Blog Archive

  • ▼  2025 (14)
    • ▼  Juni (2)
      • 6 Perbedaan Cat Waterproofing Asli dan Palsu, Patu...
      • Menjadi Mata di Setiap Sudut Rumah: Insto Dry Eyes...
    • ►  Mei (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (39)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (28)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (14)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (17)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (26)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (61)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (62)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2015 (63)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (2)

Popular Posts

  • Biaya USG 4 Dimensi di RS Panti Nugroho
  • Tujuan Pemeriksaan HB dan HBsAG untuk Ibu Hamil
  • Tip Agar Jahitan Pasca Melahirkan Cepat Kering

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Part Of Community


Blogger Perempuan
mamadaring
Seedbacklink

Follow Us!

Social Media

Facebook Twitter Instagram Youtube Blog Ibu

MageNet

0ccdff8bd3766e1e4fdd711a2ad08ee5151bd247

Created with by ThemeXpose