Uang Jajan Anak SD (Part 2)

by - Juni 25, 2023

Ngobrolin uang jajan anak SD sepertinya seru juga, nih. Postingan kali ini terinspirasi dari anak perempuan saya yang saat ini duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar (SD). Sore itu, kami sedang deep talk perihal aktivitas yang dia lakukan selama di Kolam Renang Cangkring. Saya pernah menuliskan tentang Jasmine yang saat itu pergi ke Cangkring bersama teman-temannya tanpa didampingi orang tua.

Boleh dibaca lagi tentang Anak Usia 6 Tahun Pergi Renang Tanpa Orang Tua. Langsung Viral!

Berbicara dari hati ke hati kerap kami lakukan. Meskipun kami setiap hari bertemu tapi karena saya bekerja dan sampai rumah kira-kira pukul 17.00 WIB, rasa-rasanya waktu buat ngobrol bareng anak-anak kurang banget. Kebetulan saat deep talk beberapa bulan yang lalu, Jasmine sempat menyinggung uang jajan. Dia bertanya, kenapa uang jajan dia dan teman-teman tidak sama? Baik di sekolah maupun di rumah. Menarik banget untuk dibahas, bukan? 🤭

uang jajan anak SD

Mengajak Anak Untuk Membedakan Antara Kebutuhan Atau Nafsu Belaka?

"Ibu, aku harus bawa bekal setiap hari. Kata Bu Guru, enggak boleh jajan di kantin sekolah." 

Saya masih ingat ketika Jasmine menyampaikan perihal harus membawa bekal saat sekolah. Tentu saya respek pada sekolah yang memberlakukan aturan harus membawa bekal setiap harinya. Dulu, saat dia masih TK juga wajib membawa bekal dari rumah. Artinya, ini sangat membantu anak-anak untuk belajar tidak konsumtif di sekolah sejak usia dini. Maksudnya tidak banyak beli jajan di sekolah. Saya masih ingat sebelum pandemi banyak banget orang yang jualan jajan dan standby di dekat pintu masuk sekolah. Mungkin jika diberi uang jajan Rp 10 ribu setiap harinya akan habis. Ya hitung saja, sekali "nemplok" di satu jajan saja minimal Rp 2 ribu. Betul, kan?😆

Jujur, saya sempat merasa sedih ketika Jasmine bercerita ada beberapa teman sekolahnya yang diberi uang saku Rp 10 ribu tiap harinya. Ada juga yang sudah membawa bekal tapi masih diberi uang saku Rp 5 ribu tiap harinya. Saya melihat ekspresinya ketika sedang bercerita, tuh, seolah-olah matanya berbicara jika uang sakunya ingin ditambah. Hahaha. Saya jadi penasaran, siapa saja yang uang sakunya lebih dari lima ribu. Kebetulan saya cukup paham satu per satu temannya, hafal juga rumahnya jauh atau dekat dengan sekolah. Saya pun bertanya kepada Jasmine, barangkali ingin ditambah uang jajannya untuk di sekolah.

Ternyata jawabannya IYA! 🙈

Sebelum saya ketok palu untuk menambahkan uang jajan di sekolah, saya tanyakan jajan apa saja yang sering dia beli di kantin sekolah? Ternyata tidak jauh dari jajanan yang kerap dia beli saat di rumah. Padahal di kantin sekolah ada jajanan sehat home made, lho. Tapi namanya anak-anak kan kebanyakan pilih yang gurih asin kriuk-kriuk, ya. 😄

Tapi yang perlu diketahui, nih, karena saat jam istirahat anak-anak makan bekal yang dibawa dari rumah, perut insya allah sudah kenyang. Apalagi saya lebih sering membawakan Jasmine bekal nasi dan lauk sesuai requestnya, dipastikan kenyang karena bekalnya habis. Ini semoga habis karena dimakan beneran, ya. Hahaha. 

Obrolan kami dengan topik uang jajan terus berlanjut. Saya mencoba berpendapat dan mengajaknya untuk berpikir ringan tentang uang jajan. Kali ini tidak hanya uang jajan di sekolah tapi juga di rumah. Saya sampaikan jika saat masih SD kelas 1 uang jajannya Rp 5 ribu setiap harinya, berarti kalau kelas 2, 3, 4, 5, 6, kira-kira berapa, dong? Masih disamakan atau tidak? Eh...dia malah menghitung sendiri kalau nanti kelas 6 bakal dapat uang saku Rp 30 ribu setiap harinya. Duduh, enak aja!😆 

Apa saja yang diminta anak-anak tidak harus dituruti semuanya kan ya, Bun. Apalagi yang berhubungan dengan uang keluar, orang tua harus lebih hati-hati dan tegas dalam memberikan pengertian kepada mereka agar nantinya bisa menjadi kebiasaan baik. Berikan pemahaman yang sekiranya dapat diterima oleh akalnya, karena pada anak usia dini masih sering ikut-ikutan temannya. Mereka juga harus pelan-pelan belajar membedakan antara kebutuhan atau nafsu belaka saat hendak membeli jajan.

Kadang ada lho, anak yang baru saja makan tapi dengar ada tukang sate lewat depan rumah, mereka minta dibelikan. Eh...sudah dibelikan cuma dimakan satu atau dua tusuk saja. Ehem...jatah Ibunya menghabiskan, ya! Belum lagi ketika melihat temannya beli jajan apalah-apalah, dia ingin membelinya juga. 🤭Entah bagian dari rasa penasaran atau nafsu belaka, usahakan ada komunikasi sebelum membelinya.

Pentingkah Memberikan Batasan Uang Jajan Kepada Anak?

Anak SD sudah bisa belajar budgeting lho, Bun. Tapi namanya masih belajar kadang ada saat-saat dia lupa atau belum bisa kontrol penuh. Contohnya, diberi uang jajan Rp 5 ribu untuk satu hari, eh...dihabiskan pas di Sekolah. Terus, saat di rumah ingin jajan bingung atau merengek minta ditambah uang jajannya. Mintanya sambil minta maaf dan meluk-meluk Ibunya, lho. Tapi karena tau Ibunya lagi bad mood,  dia ganti nempel Ayahnya atau Mbahnya. Sudah pasti runtuh pertahanan kerajaan Sriwijaya karena kalau nempel Mbahnya kadang dapatnya lebih.🤭 Tapi jangan pantang menyerah, Bun! Tetap perketat penjagaan dan kuatkan hati. 😂

Mulai usia 6 Tahun, Jasmine sudah mulai saya bekali dengan belajar budgeting. Alhamdulillah sejauh ini aman banget dengan budget Rp 5 ribu per hari. Namun sebagai Ibu yang masa kecilnya selalu dimanja orang tua, peraturan saya tidak seketat keputusan presiden. Pemberiah uang jajan memang ada peraturan tersendiri dan terpisah. 🤭 Namun. ada hari-hari di mana saya memberikan semacam bonus. Ada juga hari-hari di mana kami bersepakat untuk jajan bersama, jajan sesuai dengan apa yang sedang diinginkannya, pokoknya ada waktu untuk dia dapat menikmati jajan apa saja. Kalau dihitung mungkin pengeluaran akan sama dengan teman-temannya yang diberi uang jajan Rp 10 ribu per hari. Tapi saya merasa cara ini paling aman -versi saya-, untuk membiasakan diri supaya tidak jajan yang hanya sekadar nafsu belaka.

Bagi saya, memberikan batasan nominal uang jajan kepada anak sejak usia dini sangat penting. Dengan begitu, mereka akan lebih hati-hati dalam mengeluarkan uang dan tidak boros. Dan jika sudah bisa menjadi suatu kebiasaan sejak usia dini, orang tua akan merasa lebih aman nantinya. Rasa khawatir pun sangat minim karena sudah terbentuk perilaku dan kebiasaan mengelola keuangan ketika memasuki usia dewasa.

Lebih dari itu, literasi keuangan menjadi penting untuk ditanamkan sejak usia dini karena pengetahuan dan pengalaman keuangan yang ditanamkan akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga membentuk karakter dan kebiasaan mengelola keuangan mereka di masa depan sebagai suatu budaya baik, seperti mengenal makna uang, kebiasaan menabung, hingga mendahulukan kebutuhan dari keinginan hingga nilai-nilai berbagi.

Uang Jajan Anak SD, Terlihat Sepele Tapi Nilainya Cukup Lumayan.

Pandemi memang tidak hanya memberikan dampak negatif bagi kehidupan, namun banyak juga pelajaran atau hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah virus Corona. Salah satunya orang tua harus membawakan bekal atau jajan untuk anak-anak dengan harapan apa yang dikonsumsi mereka adalah makanan dan minuman yang higienis. Artinya, jatah uang jajan mereka bisa jadi berkurang.

Jika mau mulai berhitung, nilai uang jajan anak SD nilainya cukup lumayan, lho. Hitung saja jika diberi jatah uang jajan Rp 5 ribu tiap harinya, sudah termasuk jajan di sekolah dan di rumah, orang tua harus menyediakan uang Rp 150 ribu per bulan. Ini baru satu anak, ya. Kalau ada tiga anak? Ratusan ribu rupiah, kan.😂

Pengeluaran untuk jajan anak memang tidak boleh disepelekan. Sekecil apapun nominalnya, anak-anak harus terus dibekali atau belajar literasi keuangan meskipun masih usia dini supaya kelak dapat mencapai financial freedom.

You May Also Like

0 komentar

Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.