• Home
  • About
  • Jasmine
  • Wildan
  • Hiroku
  • Kesehatan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Jalan Jajan

Menyiapkan kebutuhan sekolah untuk anak selalu seru ya, Parents. Kali ini kami dapat merasakan keseruannya karena saya dan suami memutuskan melibatkan anak untuk membeli apa saja yang dibutuhkan ketika dia masuk kelas satu Sekolah Dasar (SD).

Melibatkan Anak Untuk Membeli Kebutuhan Sekolah

Berbeda saat dia masih TK, saya sendiri yang memenuhi kebutuhan sekolahnya tanpa konfirmasi atau meminta pendapat Kecemut sebelum membelinya. Rasanya masih terlalu dini jika memintanya untuk memilih barang-barang yang dia butuhkan.

Ini kali pertama saya melihat antusias Kecemut mencari barang-barang yang akan dia gunakan saat sekolah nanti. Kurang lebih satu bulan sebelum masuk sekolah, saya meminta dia untuk menyebutkan kira-kira apa saja yang dibutuhkan untuk sekolahnya. Dia pun mulai mebayangkan saat berangkat sekolah nanti akan menggendong tas baru yang menjadi pilihannya. Mulai dari sini, saya melihat ada semangat untuk ke sekolah. Maklum, siswa baru dengan peralatan sekolah serba baru. Kita semua pernah merasakan ya, Bun. 😆

Namun, sebelum melibatkan anak untuk membeli kebutuhan sekolah, ada beberapa hal yang harus dilakukan supaya nantinya dapat berjalan sesuai dengan apa yang direncanakan.

Apa Saja yang Harus Dilakukan Sebelum Membeli Kebutuhan Sekolah? 

Membuat Daftar Kebutuhan Sekolah.

Yang pertama saya lakukan yaitu membuat daftar kebutuhan sekolah. Ini di luar biaya pendaftaran atau atribut berupa identitas sekolah, seperti seragam identitas sekolah, kaus olahraga, kaus kaki, sabuk, dll. 

Tentu ada banyak barang yang dibutuhkan karena Kecemut adalah siswa baru. Pelan-pelan saya meminta Kecemut untuk menyebutkan satu per satu barang yang sekiranya dibutuhkan untuk sekolahnya. Sejauh ini dia baru bisa menyebutkan alat tulis dan tas sekolah. Untuk sepatu, dia memilih untuk menggunakan sepatu pas dia TK. Tapi setelah saya beri tahu bahwa ada kentuan wajib menggunakan sepatu warna hitam, dia pun ingin membeli sepatu yang seperti punya Ibuk, model pantopel. 🤣

Saya juga mengarahkannya untuk menuliskan barang yang sekiranya harus segera dibeli, seperti seragam merah putih dan pramuka. Karena seragam ini tidak masuk paket pendaftaran,  saya masukkan ke dalam daftar kebutuhan prioritas. Apalagi saya memilih untuk menjahit seragam tersebut, tidak membeli berupa seragam siap pakai. Setidaknya, dengan melibatkannya dalam membuat daftar kebutuhan barang, anak bisa belajar identifikasi barang kebutuhan.

Membuat Rencana Anggaran.

Anak SD mana tau rencana anggaran ya, Bun. Hahaha. Bukan, bukan berarti anak diminta membuat rencana anggaran, kok. Kami hanya melibatkannya saja. Usia kurang lebih 7 tahun tentu belum mampu budgeting dan belum tahu harga barang kebutuhan sekolah yang akan dibeli.

Saya membuat anggaran dengan melihat harga barang di e-commerce. Kecemut juga turut melihat barang yang kira-kira akan dibeli lengkap dengan harganya. Kami menganggarkan dua kali lipat harga utnuk alat tulis karena tahu sendiri harga di e-commerce kadang miring banget. Beda dengan harga beli di toko offline. 🙈

Mengajak Anak Berdiskusi Jika Terdapat Perbedaan.

Bukan hal yang mustahil ada perbedaan pendapat antara anak dan orangtua saat hendak membeli barang kebutuhan sekolah, sekalipun si anak ini masih usia tujuh tahun. 😆 Justru ini kerap terjadi. Mau di tempat umum atau di rumah jika beli secara online. Anak ingin beli yang lucu-lucu tanpa tahu kualitas barang, ibu ingin belikan yang lucu-lucu juga tapi dengan melihat kualitas barang.

Saatnya mengajak anak berdiskusi! Ngobrol pelan-pelan untuk mendapatkan mufakat. Pastikan anak merasa lega dan dapat menerima ya, Bun. Karena bagaimana pun anak yang mau menggunakan barang-barang tersebut. Turunkan sedikit ego jika anak memang tetap pada pendiriannya ya, Bun. Banyak-banyak istighfar. 🤭

Kenapa Memutuskan Melibatkan Anak Untuk Membeli Kebutuhan Sekolah?

Sebagai orangtua, tentu kami banyak belajar dari anak-anak. Kami menjadi pribadi yang lebih dewasa, lebih penyabar, lebih tanggungjawab, lebih bijaksana, pokoknya yang serba lebih itu ada yang datang karena anak-anak dan sebagian datang karena kondisi.

Namun terlepas dari itu, kami ingin anak-anak juga paham dengan situasi, setidaknya mereka mengerti dengan apa yang kami sampaikan meskipun sekelumit saja karena itu bisa menjadi bekal sebagai kebiasaan.

Lebih dari itu, melibatkan anak dalam berbagai aktivitas yang bisa dilakukan bersama, khususnya membeli kebutuhan sekolah, mereka bisa belajar perencanaan sejak dini termasuk belajar budgeting. Tidak ada salahnya mengajarkan anak kelas 1 SD untuk mulai menata apa yang menjadi kebutuhannya ya, Bun.

Terus Libatkan Anak Untuk Kegiatan yang Dapat Mereka Jangkau.

Jangan pesimis atau berkecil hati ya, Bun. Karena meskipun mereka masih kecil, kalau sudah bisa diajak ngobrol insya Alloh akan paham. Dan kalau hal-hal baik yang kita sampaikan bisa menjadi kebiasaan, ini akan sangat amat banget meringankan tugas kita sebagai orangtua. 😘 

Jangan bosan untuk terus melibatkan anak untuk kegiatan yang sekiranya dapat mereka jangkau. Pun jangan lupa untuk bertanya kepada mereka, apakah mereka nyaman atau tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Yaaa....siapa tahu mereka sebenarnya terpaksa ikut bergabung, kan kasihan. 😊 
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Menuntaskan Kelas 1 Sekolah Dasar - Alhamdulillah ya, Parents. Akhirnya anak-anak dapat menuntaskan satu tahun ajaran di sekolah. Bagaimana rasanya, nih? Sudah pasti lega banget karena dapat melewatinya dengan baik, penuh perjuangan dan juga tantangan. Tidak apa kalau belum bisa menjadi orang tua yang sempurna dalam mendampingi anak-anak saat belajar. Tidak apa juga kalau belum bisa mendapatkan hasil yang sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah. Begitu kan ya, Bun?🤭

Menuntaskan Kelas 1 Sekolah Dasar

Saya masih ingat betul perasaan saya sebagai orang tua saat anak saya mengikuti Penilaian Tengah Semester (PTS) untuk pertama kalinya. Rasanya mungkin hampir sama dengan orang tua pada umumnya. Dag dig dug penuh kekhawatiran kalau anak tidak dapat menyelesaikan soal-soal. Waktu antara jam 08.00-10.00 WIB, pikiran terbagi menjadi beberapa, salah satunya yaitu memikirkan anak yang sedang PTS. Saya terus berusaha menghadirkan prasangka-prasangka yang baik. Tapi namanya manusia, sudah merasa percaya diri pun kadang rasa khawatir tetap datang, tanpa diminta. Masya Allah ya, Bun. 😂

Rasanya memang tidak bisa selow, padahal si anak yang mau mengikuti penilaian saja sangat santai. Hahaha. Mungkin karena merupakan pengalaman pertama saya mendampingi anak belajar untuk persiapan PTS. Yups, karena pada kenyataanya saat PTS berikutnya saya mulai terbiasa meskipun saat penilaian akhir semester 1 rasanya masih sama dengan perasaan saat PTS.

Berikut 5 Hal yang Orangtua Lakukan Ketika Anak Akan Mengikuti PTS.

1. Memberikan Pemahaman Kepada Anak Tentang PTS.

Karena untuk pertama kalinya, kadang anak belum paham betul apa itu PTS. Wali kelas biasanya sudah memberikan informasi perihal kegiatan rutin ini minimal seminggu sebelum pelaksanaan. Namun kadang ada saja anak yang belum bisa menerima informasi secara utuh. Setelah mendapatkan jadwal fix dari wali kelas, kami pun memberikan pemahaman kepada Kecemut bahwa tidak lama lagi akan dilaksanakan ujian di sekolahnya.

Saat saya menyampaikan perihal kegiatan ujian, dia langsung jawab "udah tauu, Ibu. Bu Guru sudah menyampaikan. Udah tauuu...udah tauuuu...." 

Yha...kadang begitu anak-anak ya, Bun. Tapi meskipun anak merasa sudah tau banget, tapi kami tetap memberikan tambahan informasi jika kegiatan ujian ini dilakukan secara serius, bukan belajar seperti hari biasa agar anak semakin paham. Kami juga menyampaikan, saat nanti Bu Guru memberikan soal-soal untuk dikerjakan. Sebagai gambaran, saya pun meminta tolong kepada suami untuk mengambil modul pendalaman materi yang dilengkapi soal-soal. FYI, modul atau buku tersebut adalah modul yang biasa digunakan untuk belajar disekolahnya. 

2. Membangun Mental Anak Sejak Dini.

Ketika anak sudah paham apa saja yang akan dia lakukan ketika PTS, maka berikutnya kami mulai memberikan gambaran-gambaran ketika PTS dimulai. Pada hari-hari biasa, ketika anak masuk kelas akan ada komunikasi secara aktif di ruang kelas, komunikasi antara guru dan anak atau antar anak. Ini sangat berbeda saat kegiatan PTS mulai berlangsung yang mana suasana kelas mungkin akan menjadi lebih tenang karena tidak banyak interaksi. Mulai dari sini, mungkin anak dalam hati akan bertanya-tanya, "kenapa teman-teman pada sibuk sendiri? kenapa Bu Guru tidak bersuara seperti biasanya?" dan mungkin masih banyak pertanyaan yang belum terjawab oleh dirinya sendiri.

Sebelum memulai PTS, Wali Kelas biasanya akan menyampaikan "Do and Don't" selama PTS berlangsung. Namun karena untuk pertama kalinya mengikuti PTS, kami sudah menyampaikan terlebih dahulu kepada Kecemut dengan harapan mentalnya tetap terjaga saat PTS akan dimulai. Ada beberapa hal yang kami sampaikan seperti saat PTS berlangsung tidak ada tanya jawab sekalipun dengan teman sebangku kecuali ada yang penting. Pinjam penghapus, misalnya. ðŸ¤­

PTS adalah saatnya menjawab soal-soal secara mandiri, siapkan alat tulis, tidak boleh menyontek, dan tidak boleh bersuara di kelas kecuali ada yang akan disampaikan. Ini menjadi point juga sekaligus sebagai pondasi atau mindset. Karena ini merupakan PTS pertama bagi Kecemut, kami tidak ingin mentalnya menciut hanya karena diingatkan oleh teman-temannya untuk tidak bersuara atau ditegur karena melirik tajam pekerjaan teman lain. ðŸ˜†

3. Hadir Secara Langsung Ketika Anak Sedang Belajar.

Cara belajar anak saat ini sangat berbeda dengan saya saat masih SD. Dulu, saya sering belajar secara mandiri. Saat akan UTS pun saya merasa tidak masalah untuk belajar sendiri tanpa didampingi orangtua. Dan saya tetap merasa nyaman, aman, dan ya mungkin karena terbiasanya saja, ya. ðŸ¤­

Berbeda dengan anak zaman sekarang, khususnya anak SD. Rasa-rasanya tidak sampai hati membiarkan Kecemut belajar mandiri. Ini yang saya rasakan sebagai Ibu. Mungkin karena sering membaca artikel parenting yang mana hadirnya orangtua secara fisik sangat berpengaruh khususnya dalam tumbuh kembang anak. Dengan cara ini juga diyakini dapat menambah semangat anak untuk belajar karena anak merasa lebih diperhatikan. Apalagi ini pengalaman pertama buat Kecemut mengikuti PTS, kami merasa harus memastikan materi-materi mana saja yang sudah dia kuasai dan sebaliknya.

4. Melakukan Komunikasi Lebih Intens Dengan Anak.

Memberikan rasa nyaman dan aman kepada Kecemut sudah menjadi kewajiban kami sebagai orangtua. Setiap orang tua sudah pasti ingin menjadi "pelabuhan" atau sandaran pertama bagi anak-anaknya. Begitu juga dengan kami.

Sebelum tidur malam, saya sebagai Ibu sering melakukan ritual khusus dengan anak-anak yaitu ngobrol dan sesekali deep talk kalau memang diperlukan. Karena sudah menjadi rutinitas, jadi tidak ada rasa canggung ketika hendak berkomunikasi. Dan kami melakukan komunikasi lebih intens ketika Kecemut sedang ada kegiatan khusus di sekolahnya, seperti kegiatan PTS.

Komunikasi kali ini tidak lagi ringan seperti tanya kabar, tapi lebih intens lagi. Menanyakan pengamalan mengikuti PTS, ini seperti evaluasi atau review. Yha...siapa tahu masih ada hal masih belum dia pahami, apalagi ini merupakan kegiatan untuk pertama kali baginya.

5. Mengucapkan Terima Kasih, Apapun Hasilnya.

Nah, terakhir ini yang selalu kami ingat. Adalah mengucapkan terima kasih kepada anak, apapun hasilnya. Dalam hati kecil orangtua, ketika anak memperoleh nilai yang bagi orangtua kurang memuaskan, mungkin tidak mudah untuk mengucapkan terima kasih, ya. Namun ketika anak sudah belajar dengan rajin, ada proses yang terlihat, jangan ragu untuk mengucapkan terima kasih. Kami sampai saat ini belum tahu hasil PTS Kecemut karena sekolah tidak membagikan hasilnya. Namun, kami tetap mengucapkan terima kasih karena kami sangat menghargai usaha dia dalam belajar persiapan PTS setiap harinya.

Bagaimana, Parents? Punya pengalaman serupa dengan saya, yuk ngobrol seru lewat kolom komentar. ðŸ˜‰
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah - Today Is Market Day, Bun! Saya mengira begitu ketika Syaquita diminta untuk membawa Combro ke Sekolahnya. Mungkin kalian sudah cukup familiar dengan penganan yang terbuat dari Singkong ini. Iseng-iseng mencari tahu melalui google, ternyata sebutan yang benar adalah Comro, bukan Combro. Dan saya baru tahu, dong! Hahaha.

Comro merupakan penganan khas Sunda yang dibentuk bulat panjang, di dalamnya diisi oncom yang dibumbui, kemudian digoreng. Begitu penjelasan singkat dari KBBI. Hihihi Tapi menyebutkan Comro, tuh, rasanya kurang mantap. Lebih nyaman Combro karena mungkin sudah terbiasa ya, Bun. ðŸ¤­ Iya, yang berat-berat memang lebih mantab.

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah

Tugas Membawa Combro Ternyata Bukan Untuk Market Day.

Setelah pelaksanaan Penilaian Akhir Semester (PAS) selesai, tidak sedikit sekolah yang mengadakan kegiatan tambahan atau class meeting. Mulai dari tingkatan Sekolah Dasar (SD), sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) hampir semua sekolah menambahkan banyak kegiatan sesuai dengan program di sekolah masing-masing.

Saya melihat di status teman-teman baik di WhatsApp Story maupun Instagram Story, ada beberapa SD yang mengadakan Market Day sebagai aktivitas tambahan sebelum libur sekolah. Kegiatan jual beli mulai dari makanan, minuman, atau kerajinan tangan adalah dibuat sendiri. Ada juga yang dibuat seperti kelompok maupun per kelas. Tergantung program sekolahnya.. Nah, saat Syaquita diminta untuk membawa Combro ke sekolah, saya kira akan ada market day di sekolahnya. Tapi ternyata bukan, Bun. Hahaha.

Ceritanya, Bu Siti sebagai wali kelas meminta kepada anak-anak untuk membawa olahan dari Singkong. Beliau sudah membagi 39 anak menjadi 4 kelompok berdasarkan tempat duduknya, satu lajur. Total ada empat deret dalam kelas tersebut, artinya ada empat macam jajanan yang nantinya akan dibawa oleh siswa. Dan masing-masing siswa akan membawa lima biji penganan yang nantinya akan ditukarkan dengan teman lainnya.

Duh, kenapa tiba-tiba seperti menulis soal matematika, ya. Hahaha.

Jajanan yang harus dibawa anak-anak yaitu dari olahan Singkong, yaitu Mata Roda, Combro isi tempe, Combro isi gula, dan Lemet. Syaquita yang duduk pada lajur pertama kebagian membawa Combro isi tempe. Oiya, tugas kali ini adalah proyek bagi anak-anak dengan tema Kearifan Lokal. Proyek dengan judul Pembuatan dan Pengenalan Rasa Makanan Berbahan Dasar Singkong merupakan proyek pertama dalam penguatan profil pelajar pancasila. Dimensi yang dikembangkan dalam proyek ini ada dua, yaitu Gotong Royong dan Mandiri.

Saya tahu tugas ini merupakan proyek setelah mengambil rapor Syaquita. Pada lembar akhir tertulis Rapor Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila. Dan kegiatan ini dilaksanakan usai PAS.

Drama Tugas Membawa Penganan Dari Singkong.

Etdah, ini beneran ada drama atas tugas membawa penganan dari Singkong, lho. ðŸ˜‚ Versi pertama, ketika mendapatkan tugas dari Bu Guru, ada beberapa siswa yang lupa menyampaikan tugas tersebut kepada orang tuanya. Versi kedua, ada orang tua yang bingung dan tidak yakin atas tugas yang diberikan kepada anak-anak. Yaa...kan tidak semua orang tua tahu tempat duduk anak-anaknya, ya. 

Anak lupa menyampaikan tugas ke orang tua. Lalu, orang tua tidak tahu anak duduk di lajur berapa. Rasanya komplit banget paniknya karena anak rewel. xixixi Pada akhirnya, para wali murid saling bertanya dan diskusi perihal tugas anak-anak melalui WhatsApp Group (WAG). Coba kalau wali kelas membagikan tugasnya melalui WAG wali murid, ya. Sepertinya tidak ada drama. ðŸ˜† 

Tugas Membawa Combro Ke Sekolah.

Membuat Sendiri Atau Membeli?

Saya merasa beruntung karena alhamdulilah Syaquita tidak lupa menyampaikan tugasnya. Jadi, kami bisa menyiapkan bahan-bahan untuk membuat Combro isi Tempe. Dari awal mendapatkan catatan kecil dari Syaquita perihal tugasnya yang harus dibawa pada hari Senin, saya tidak ada niat untuk membeli Combro. Makanan tradisional ini memang melimpah di pasar tradisional dan tukang sayur. Harganya pun sangat terjangkau, satu bungkus isi 10 cuma lima ribu rupiah, lho. Murah meriah banget, kan. Ada juga pilihan satu biji harga seribu rupiah, ini ukurannya lebih besar. 

Beli combro untuk tugas sekolah memang lebih simpel. Tapi saya memilih untuk membuat sendiri dengan harapan dia tahu sedikit proses membuat combro. Saya selalu yakin pada setiap proses pasti ada manfaatnya. Kabar baiknya, ketika saya tawarkan kepada Syaquita, dia langung YES untuk membuat combro di rumah tanpa ba bi bu. Alhamdulillah...

Senin pagi, kami pun bangun lebih awal untuk menyiapkan semua bahan-bahannya. Kebetulan singkong sudah diambil dari kebun pas Minggu sore. Jadi, tinggal parut singkong, diberi bumbu, ulek tempe buat isi Combro, kemudian digoreng. Syaquita yang ikut membentuk combro menjadi bulat pipih tidak percaya kalau pembuatan Combro begitu mudah. Karena dia tidak begitu suka bawang, jadi tempe aku ulek dengan bumbu sedikit bawang. Alhamdulilah...tidak sampai 10 menit, Combro bisa dinikmati buat camilan di rumah dan dibawa ke sekolah. ðŸ˜Š 

Setelah tahu proyek ini sebagai penguatan profil pelajar pancasila yang bertujuan untuk mengembangkan dua dimensi, sepertinya lebih seru jika dikerjakan secara bersama-sama dengan teman-temannya. Apalagi saat tahu ada penilaian perihal kemampuan anak menunjukkan sikap mandiri atau gotong royong, saya semakin yakin jika dikerjakan secara bersama-sama atau gotong royong, anak-anak akan lebih memahami pentingnya kerjasama.

Terima kasih buat Bu Ari yang sudah membagikan foto-foto dan videonya, ya. Terima kasih juga buat Bu Siti yang dengan penuh kesabaran memberikan pengertian atau penjelasan tentang ragam jajanan yang berbahan dasar Singkong.

Omong-omong, apakah ada kegiatan tambahan di sekolah anak-anak Bunda? Boleh, dong, sharing kegiatannya apa saja! ðŸ˜˜ 😘
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Ngobrolin uang jajan anak SD sepertinya seru juga, nih. Postingan kali ini terinspirasi dari anak perempuan saya yang saat ini duduk di bangku kelas satu Sekolah Dasar (SD). Sore itu, kami sedang deep talk perihal aktivitas yang dia lakukan selama di Kolam Renang Cangkring. Saya pernah menuliskan tentang Jasmine yang saat itu pergi ke Cangkring bersama teman-temannya tanpa didampingi orang tua.

Boleh dibaca lagi tentang Anak Usia 6 Tahun Pergi Renang Tanpa Orang Tua. Langsung Viral!

Berbicara dari hati ke hati kerap kami lakukan. Meskipun kami setiap hari bertemu tapi karena saya bekerja dan sampai rumah kira-kira pukul 17.00 WIB, rasa-rasanya waktu buat ngobrol bareng anak-anak kurang banget. Kebetulan saat deep talk beberapa bulan yang lalu, Jasmine sempat menyinggung uang jajan. Dia bertanya, kenapa uang jajan dia dan teman-teman tidak sama? Baik di sekolah maupun di rumah. Menarik banget untuk dibahas, bukan? ðŸ¤­

uang jajan anak SD

Mengajak Anak Untuk Membedakan Antara Kebutuhan Atau Nafsu Belaka?

"Ibu, aku harus bawa bekal setiap hari. Kata Bu Guru, enggak boleh jajan di kantin sekolah." 

Saya masih ingat ketika Jasmine menyampaikan perihal harus membawa bekal saat sekolah. Tentu saya respek pada sekolah yang memberlakukan aturan harus membawa bekal setiap harinya. Dulu, saat dia masih TK juga wajib membawa bekal dari rumah. Artinya, ini sangat membantu anak-anak untuk belajar tidak konsumtif di sekolah sejak usia dini. Maksudnya tidak banyak beli jajan di sekolah. Saya masih ingat sebelum pandemi banyak banget orang yang jualan jajan dan standby di dekat pintu masuk sekolah. Mungkin jika diberi uang jajan Rp 10 ribu setiap harinya akan habis. Ya hitung saja, sekali "nemplok" di satu jajan saja minimal Rp 2 ribu. Betul, kan?😆

Jujur, saya sempat merasa sedih ketika Jasmine bercerita ada beberapa teman sekolahnya yang diberi uang saku Rp 10 ribu tiap harinya. Ada juga yang sudah membawa bekal tapi masih diberi uang saku Rp 5 ribu tiap harinya. Saya melihat ekspresinya ketika sedang bercerita, tuh, seolah-olah matanya berbicara jika uang sakunya ingin ditambah. Hahaha. Saya jadi penasaran, siapa saja yang uang sakunya lebih dari lima ribu. Kebetulan saya cukup paham satu per satu temannya, hafal juga rumahnya jauh atau dekat dengan sekolah. Saya pun bertanya kepada Jasmine, barangkali ingin ditambah uang jajannya untuk di sekolah.

Ternyata jawabannya IYA! ðŸ™ˆ

Sebelum saya ketok palu untuk menambahkan uang jajan di sekolah, saya tanyakan jajan apa saja yang sering dia beli di kantin sekolah? Ternyata tidak jauh dari jajanan yang kerap dia beli saat di rumah. Padahal di kantin sekolah ada jajanan sehat home made, lho. Tapi namanya anak-anak kan kebanyakan pilih yang gurih asin kriuk-kriuk, ya. ðŸ˜„

Tapi yang perlu diketahui, nih, karena saat jam istirahat anak-anak makan bekal yang dibawa dari rumah, perut insya allah sudah kenyang. Apalagi saya lebih sering membawakan Jasmine bekal nasi dan lauk sesuai requestnya, dipastikan kenyang karena bekalnya habis. Ini semoga habis karena dimakan beneran, ya. Hahaha. 

Obrolan kami dengan topik uang jajan terus berlanjut. Saya mencoba berpendapat dan mengajaknya untuk berpikir ringan tentang uang jajan. Kali ini tidak hanya uang jajan di sekolah tapi juga di rumah. Saya sampaikan jika saat masih SD kelas 1 uang jajannya Rp 5 ribu setiap harinya, berarti kalau kelas 2, 3, 4, 5, 6, kira-kira berapa, dong? Masih disamakan atau tidak? Eh...dia malah menghitung sendiri kalau nanti kelas 6 bakal dapat uang saku Rp 30 ribu setiap harinya. Duduh, enak aja!😆 

Apa saja yang diminta anak-anak tidak harus dituruti semuanya kan ya, Bun. Apalagi yang berhubungan dengan uang keluar, orang tua harus lebih hati-hati dan tegas dalam memberikan pengertian kepada mereka agar nantinya bisa menjadi kebiasaan baik. Berikan pemahaman yang sekiranya dapat diterima oleh akalnya, karena pada anak usia dini masih sering ikut-ikutan temannya. Mereka juga harus pelan-pelan belajar membedakan antara kebutuhan atau nafsu belaka saat hendak membeli jajan.

Kadang ada lho, anak yang baru saja makan tapi dengar ada tukang sate lewat depan rumah, mereka minta dibelikan. Eh...sudah dibelikan cuma dimakan satu atau dua tusuk saja. Ehem...jatah Ibunya menghabiskan, ya! Belum lagi ketika melihat temannya beli jajan apalah-apalah, dia ingin membelinya juga. 🤭Entah bagian dari rasa penasaran atau nafsu belaka, usahakan ada komunikasi sebelum membelinya.

Pentingkah Memberikan Batasan Uang Jajan Kepada Anak?

Anak SD sudah bisa belajar budgeting lho, Bun. Tapi namanya masih belajar kadang ada saat-saat dia lupa atau belum bisa kontrol penuh. Contohnya, diberi uang jajan Rp 5 ribu untuk satu hari, eh...dihabiskan pas di Sekolah. Terus, saat di rumah ingin jajan bingung atau merengek minta ditambah uang jajannya. Mintanya sambil minta maaf dan meluk-meluk Ibunya, lho. Tapi karena tau Ibunya lagi bad mood,  dia ganti nempel Ayahnya atau Mbahnya. Sudah pasti runtuh pertahanan kerajaan Sriwijaya karena kalau nempel Mbahnya kadang dapatnya lebih.🤭 Tapi jangan pantang menyerah, Bun! Tetap perketat penjagaan dan kuatkan hati. 😂

Mulai usia 6 Tahun, Jasmine sudah mulai saya bekali dengan belajar budgeting. Alhamdulillah sejauh ini aman banget dengan budget Rp 5 ribu per hari. Namun sebagai Ibu yang masa kecilnya selalu dimanja orang tua, peraturan saya tidak seketat keputusan presiden. Pemberiah uang jajan memang ada peraturan tersendiri dan terpisah. ðŸ¤­ Namun. ada hari-hari di mana saya memberikan semacam bonus. Ada juga hari-hari di mana kami bersepakat untuk jajan bersama, jajan sesuai dengan apa yang sedang diinginkannya, pokoknya ada waktu untuk dia dapat menikmati jajan apa saja. Kalau dihitung mungkin pengeluaran akan sama dengan teman-temannya yang diberi uang jajan Rp 10 ribu per hari. Tapi saya merasa cara ini paling aman -versi saya-, untuk membiasakan diri supaya tidak jajan yang hanya sekadar nafsu belaka.

Bagi saya, memberikan batasan nominal uang jajan kepada anak sejak usia dini sangat penting. Dengan begitu, mereka akan lebih hati-hati dalam mengeluarkan uang dan tidak boros. Dan jika sudah bisa menjadi suatu kebiasaan sejak usia dini, orang tua akan merasa lebih aman nantinya. Rasa khawatir pun sangat minim karena sudah terbentuk perilaku dan kebiasaan mengelola keuangan ketika memasuki usia dewasa.

Lebih dari itu, literasi keuangan menjadi penting untuk ditanamkan sejak usia dini karena pengetahuan dan pengalaman keuangan yang ditanamkan akan terinternalisasi dalam diri anak sehingga membentuk karakter dan kebiasaan mengelola keuangan mereka di masa depan sebagai suatu budaya baik, seperti mengenal makna uang, kebiasaan menabung, hingga mendahulukan kebutuhan dari keinginan hingga nilai-nilai berbagi.

Uang Jajan Anak SD Terlihat Sepele, Tapi Nilainya Cukup Lumayan.

Pandemi memang tidak hanya memberikan dampak negatif bagi kehidupan, namun banyak juga pelajaran atau hikmah yang dapat diambil dari adanya wabah virus Corona. Salah satunya orang tua harus membawakan bekal atau jajan untuk anak-anak dengan harapan apa yang dikonsumsi mereka adalah makanan dan minuman yang higienis. Artinya, jatah uang jajan mereka bisa jadi berkurang.

Jika mau mulai berhitung, nilai uang jajan anak SD nilainya cukup lumayan, lho. Hitung saja jika diberi jatah uang jajan Rp 5 ribu tiap harinya, sudah termasuk jajan di sekolah dan di rumah, orang tua harus menyediakan uang Rp 150 ribu per bulan. Ini baru satu anak, ya. Kalau ada tiga anak? Ratusan ribu rupiah, kan.😂

Pengeluaran untuk jajan anak memang tidak boleh disepelekan. Sekecil apapun nominalnya, anak-anak harus terus dibekali atau belajar literasi keuangan meskipun masih usia dini supaya kelak dapat mencapai financial freedom.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Anak Menangis Sampai Tantrum - Mempunyai dua anak dengan jenis kelamin yang berbeda sungguh membuat saya harus semakin kuat. Ah, jadi ingin calling buat Ibu-ibu yang di rumah sudah punya anak sepasang, nih. Kira-kira suasana rumah lebih sering hening atau kerap ramai yang kadang berujung tangisan karena berebut sesuatu? 😆


Ceritanya, Wildan belum lama ini menangis yang sampai heboh banget. Menangis sambil teriak-teriak. Saya masih beruntung karena dia tidak menyakiti dirinya, tidak lempar barang-barang, dan tidak berusaha untuk mengurung diri. Ehem..apakah dia sedang mengalami tantrum?

Tantrum adalah perilaku yang umum terjadi pada anak-anak kecil. Salah satu bentuk tantrum yang sering terlihat adalah menangis hingga tantrum. Menangis adalah cara alami bagi anak-anak untuk mengekspresikan emosi mereka, tetapi ketika menangis berubah menjadi tantrum yang keras dan tidak terkendali, dapat menimbulkan tantangan bagi orang tua dan pengasuh.

Artikel ini akan menjelaskan lebih lanjut tentang tantrum dan bagaimana menangis sampai tantrum mempengaruhi anak-anak, serta memberikan beberapa tips tentang cara menghadapinya.

Apa itu tantrum?
Tantrum adalah respons emosional yang kuat dan tidak terkendali yang biasanya ditunjukkan oleh anak-anak ketika mereka merasa frustrasi, marah, atau tidak puas. Tantrum dapat melibatkan perilaku seperti menangis, berteriak, merangkak di lantai, memukul, dan melempar benda-benda.

Menangis hingga tantrum: Apa yang terjadi?
Menangis adalah respons alami bagi anak-anak ketika mereka merasa sedih, kecewa, atau merasa tidak nyaman. Namun, ketika anak-anak tidak mampu mengatasi atau mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang sehat, menangis dapat berubah menjadi tantrum. 

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perubahan menangis menjadi tantrum meliputi:

Ketidakmampuan berkomunikasi: Anak-anak yang belum memiliki keterampilan bahasa yang memadai mungkin sulit mengungkapkan kebutuhan atau frustrasi mereka dengan kata-kata. Ini dapat menyebabkan penumpukan emosi yang akhirnya meledak menjadi tantrum.

Frustrasi: Ketika anak-anak menghadapi kesulitan dalam mencapai tujuan mereka, seperti memahami tugas atau memecahkan masalah, mereka dapat merasa frustrasi. Jika mereka tidak mampu mengatasi frustrasi tersebut, tantrum dapat terjadi.

Kurangnya keterampilan pengaturan emosi: Anak-anak yang belum belajar bagaimana mengelola emosi mereka dengan baik cenderung lebih rentan terhadap tantrum. Mereka mungkin tidak tahu cara menenangkan diri atau mengungkapkan emosi mereka secara sehat.

Menghadapi tantrum.
Mengatasi tantrum dapat menjadi tantangan, tetapi ada beberapa strategi yang dapat membantu:

Tetap tenang: Jaga ketenangan Anda sebagai orang tua atau pengasuh. Menjaga ketenangan akan membantu mengurangi eskalasi emosi dan membantu anak-anak merasa lebih aman.

Pahami dan ajarkan keterampilan sosial dan emosi: Bantu anak-anak untuk belajar mengenali dan mengungkapkan emosi mereka dengan cara yang sehat. Ajarkan mereka strategi pengaturan emosi seperti bernapas dalam-dalam atau menghitung hingga sepuluh sebelum bereaksi.

Berikan alternatif yang lebih baik: Bantu anak-anak menemukan cara-cara yang lebih baik untuk mengatasi frustrasi atau mengungkapkan kebutuhan mereka. Misalnya, ajarkan mereka untuk menggunakan kata-kata untuk mengungkapkan perasaan atau minta bantuan daripada langsung tantrum.

Jaga konsistensi: Berikan batasan dan harapkan konsekuensi yang jelas jika tantrum terjadi. Konsistensi membantu anak-anak memahami bahwa perilaku tantrum tidak akan diterima dan memberikan struktur yang stabil bagi mereka.

Berikan perhatian positif: Pujilah anak-anak ketika mereka menggunakan keterampilan pengaturan emosi yang baik atau mengekspresikan diri dengan kata-kata dengan baik. Memberikan perhatian positif dapat memperkuat perilaku yang diinginkan.

Ini adalah kali ketiga Wildan menangis yang menurut saya sudah melebihi batas wajar. Sebagai orang tua, saya harus lebih banyak belajar lagi cara atau upaya yang harus dilakukan saat anak mulai tantrum. Saya juga harus lebih sigap ketika dia mulai menangis keras.
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Cari Di sini

Perkenalkan...

Hai...perkenalkan, saya Idah. Ibuk dari dua anak dan satu-satunya admin di blog ini.

Rutinitas saya saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu Pekerja Kantoran. Kami sekarang tinggal di Kota Dawet Ayu, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Oiya, jika ingin komunikasi, bisa melalui akun instagram kami @cerisfamily atau kontak langsung melalui email cerisfamily@gmail.com. Terima kasih.

On Youtube

Fans Page

CERIS Family

Blog Archive

  • ▼  2025 (14)
    • ▼  Juni (2)
      • 6 Perbedaan Cat Waterproofing Asli dan Palsu, Patu...
      • Menjadi Mata di Setiap Sudut Rumah: Insto Dry Eyes...
    • ►  Mei (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (39)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (28)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (14)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (17)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (26)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (61)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (62)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2015 (63)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (2)

Popular Posts

  • Biaya USG 4 Dimensi di RS Panti Nugroho
  • Tujuan Pemeriksaan HB dan HBsAG untuk Ibu Hamil
  • Tip Agar Jahitan Pasca Melahirkan Cepat Kering

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Part Of Community


Blogger Perempuan
mamadaring
Seedbacklink

Follow Us!

Social Media

Facebook Twitter Instagram Youtube Blog Ibu

MageNet

0ccdff8bd3766e1e4fdd711a2ad08ee5151bd247

Created with by ThemeXpose