• Home
  • About
  • Jasmine
  • Wildan
  • Hiroku
  • Kesehatan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Jalan Jajan

Hello, Parents! Sebagai orang tua yang anaknya sudah masuk dunia pendidikan pasti tidak asing dengan kegiatan market day, ya. Saat ini, banyak sekolah yang mengadakan kegiatan tersebut yang mana memiliki tujuan untuk menumbuhkan jiwa entrepreneurship pada anak-anak. Kabar bahagianya, kegiatan ini mulai dilakukan di bangku Sekolah Dasar (SD), tidak hanya dilakukan oleh anak-anak SMP atau SMA.

Ide Belajar Bisnis Untuk Anak-Anak

Selain pro dan kontra tentang anak dijadikan konten, mengajak anak belajar berbisnis di usia dini bisa juga menimbulkan pro dan kontra, lho. Tentu kontra ini terjadi di luar kegiatan sekolah, dong. Maksudnya, saat sekolah sedang tidak melaksanakan kegiatan market day tapi ada anak yang membawa barang ke sekolah dengan maksud untuk dijual. Bisa jadi ada beberapa orang tua yang memberikan komentar tidak menyenangkan hati. Misalnya, masih kecil sudah disuruh cari uang. Atau, bukannya sekolah disuruh fokus belajar malah disuruh sambil jualan. Orang tua macam apa! Hahaha.

Ya...kira-kira komentar-komentar "sedap" seperti di atas kadang menjadi perbincangan hangat di kalangan orang tua atau wali murid yang melihat langsung ada anak sedang belajar berbisnis di sela sela jam istirahat atau saat pulang sekolah. Mungkin bisa juga menjadi perbincangan tetangga atau saudara ketika melihat anak-anak usia dini berjualan di sekitar rumah. Duh...anak-anak bisa patah hati, nih, kalau sampai dengar cap cis cus dari orang-orang yang tidak tahu atau tidak paham tujuan mereka berjualan. 😆

Saya akan menulis perihal tips sukses belajar bisinis untuk anak-anak pada postingan berikutnya, ya. Sekarang, saya mau sharing ide belajar bisnis untuk anak-anak. Ide bisnis ini saya khususkan untuk anak usia dini atau SD sesuai dengan pengalaman saya yang mengizinkan Jasmine belajar berbisnis sejak dia mulai masuk SD. Tapi ide-ide yang saya bagikan bisa juga dieksekusi oleh anak SMP atau SMA karena sangat memungkinkan.

Mendukung Anak Belajar Bisnis.

Saya tidak pernah menyangka Jasmine tertarik untuk belajar bisnis sejak usia dini. Iya, masih SD tapi sudah tertarik untuk berbisnis. Padahal jika saya melihat potensi yang ada dalam dirinya, tuh, seperti belum tampak jiwa-jiwa kewirausahaan. Iya, jiwa seorang wirausaha yang saya tahu, tuh, salah satunya yaitu punya rasa percaya diri. Sementara dia anaknya masih pemalu, persis seperti Ibuknya. Hahaha. Jadi wajar saja kalau saya agak kaget ketika dia meminta izin untuk berjualan aksesori di sekolahnya.

Awal mula dia punya keinginan berjualan aksesori, tuh, karena dia kerap membuat kerajinan tangan sederhana yang memang belum sempurna. Membuat dompet dari kertas, misalnya. Dia kerap memberikan hasil kerajinan tangannya kepada saya atau Ayahnya untuk kemudian dinilai. Awalnya hanya sekadar nilai seperti seorang guru yang menilai hasil pekerjaan siswa. Namun, lama-lama dia meminta pendapat kepada kami tentang kelayakan jual. Tentu kami bingung, dong. Secara hasil karyanya memang masih jauh dari kata sempurna dan saya pun yakin tidak ada seorang pun yang mau membelinya. Hahaha. Ya mohon maaph ya, sayang. Bukan berarti Ibuk tidak menghargai.

Hampir setiap hari anak perempuan saya ini menghabiskan satu sampai dua pack kertas origami yang saya belikan. Eh, lama-lama hasil karyanya diberi label harga, lho. Yang menurutnya adalah dompet padahal belum berbentuk dompet, tuh, diberi harga Rp 1.000,-. Saya spontan tertawa, dong. Apalagi saat ditodong buat membelinya. Asli, geli banget rasanya. Tertawa sampai perut sakit. Pun dengan suami. Beruntung Jasmine tidak tersinggung dengan kespontanan kami ini. Dia tetap dengan percaya diri menawarkan hasil karyanya yang sudah dibuat seharian saat kami bekerja.

Pada akhirnya, kami pun hampir setiap hari membeli hasil kerja kerasnya mulai dari harga Rp 500 sampai dengan Rp 2.000,-. Gemas, bukan? Dan kami pun terus membelinya sesuai dengan harga yang tertera. Sesekali kami melakukan penawaran dan kadang langsung dia setujui, kadang juga dia tetap pada pendiriannya. Tidak ada promo, tidak ada diskon. Hahaha. No problem karena kami menganggap ini sebagai bentuk dukungan atau apresiasi buat dia yang sedang belajar membuat sebuah karya. Itung-itung buat nambahin uang jajannya atau menambah uang tabungannya, ya. Hahaha.

3 Ide Belajar Bisnis Untuk Anak-Anak.

Di usia dini, anak-anak memang sangat disarankan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan baginya. Bermain menjadi aktivitas yang dapat membuat moodnya bagus. Namun bukan hanya bermain saja, jika sudah mulai masuk SD tidak ada salahnya anak mencoba hal-hal baru seperti belajar berbisnis.

Jasmine ada ketertarikan berbisnis mungkin karena melihat keseharian orang tuanya saat di rumah sibuk dengan gadgetnya untuk berjualan online. Iya, kebetulan suami aktif berjualan sebagai reseller baju anak-anak. Kemudian, Jasmine kadang ikut membantu saya packing olah-oleh khas Banjarnegara yang dipesan secara online melalui Dipayuda. Mulai dari sini, mungkin dia juga ingin punya aktivitas bisnis.

Karena masih usia dini, ada baiknya mengenalkan bisnis kepada anak-anak, tuh, yang sederhana saja. Iya, tidak perlu mengajarkan bisnis yang sulit kepada anak. Cukup gunakan kreativitas yang dimiliki oleh anak dan biarkan ia bermain dengan bisnisnya sendiri. Namun, ketika anak mulai merasa kesulitan atau mendapatkan masalah, orang tua bisa membimbingnya.

Nah, berikut 3 ide belajar bisnis untuk anak-anak usia dini.

1. Bisnis Aksesori.

Ide belajar bisnis untuk anak-anak di urutan pertama yaitu bisnis aksesori. Ngomongin aksesori, tuh, identik dengan anak perempuan, ya. Kebetulan anak pertama saya yang mulai senang berbisnis ini perempuan. Rekomendasi ide bisnis aksesori pun menjadi pilihan Jasmine ketika belajar berbisnis.

Ada banyak macam aksesori yang dapat dijual. Aksesorinya ini bisa buat sendiri atau bisa juga beli. Misalnya, ikat rambut, bros, bando, gelang persahabatan, dan lain-lain. Membuat aksesori ini modalnya tidak besar. Kalau saya memilih untuk membeli di e-commerce untuk kembali dijual lagi. Modal awalnya kira-kira Rp 50 ribu, pelan-palan saja terpenting anak merasa enjoy. 

2. Bisnis Makanan dan Minuman.

Nah, ide bisnis nomor dua ini sangat mungkin dilakukan dan banyak potensi cuan kalau yang dijual sesuai selera anak-anak. Hahaha. Orang tua yang punya hobi membuat snack, bisa banget kolaborasi dengan anaknya untuk turut memasarkan dagangannya, lho. Apalagi saat ini, tuh, anak-anak dilarang jajan di luar sekolah kecuali jika sudah jam pulang. Selain membawa bekal dari rumah, anak-anak diperbolehkan jajan di kantin sekolah. Tapi kalau di kelasnya ada yang membawa makanan atau minuman, banyak kemungkinan teman-temannya join buat beli.

3. Bisnis Alat Tulis yang Lucu-Lucu!

Ide bisnis yang terakhir ini juga dilakukan oleh anak saya. Dia kerap scroll toko online untuk memilih alat tulis yang lucu-lucu, lho. Mulai dari pensil, pulpen, rautan, buku catatan, sampai dengan spidol warna-warni yang saat ini lagi hits banget di TikTok. Hahaha. Emang kalau udah punya jiwa bisnis, tuh, apa saja dijadikan peluang ya, Bun. Lihat barang lucu menurutnya langsung saja diviralkan di kelas, lalu pada order. Ya ampuunn! Ini yang pesan tidak hanya teman cewek saja, lho. Kadang ada juga temen cowoknya pesan. 

Belajar Bisnis Sejak Usia Dini, Kenapa Tidak?

Katanya, sekarang harus pandai-pandai menangkap peluang bisnis. Ketika anak-anak sudah mulai tertarik dalam dunia bisnis, ya kenapa tidak diizinkan dan didampingi untuk belajar berbisnis, ya. Karena saya sendiri sangat yakin, ketika sejak usia dini sudah tertarik dengan dunai bisnis maka saat dewasa nanti bisa jadi akan melanjutkan belajar berbisnis dengan bekal pengalaman berbisnis saat masih duduk dibangku SD atau SMP.

Perihal hasil berupa untung, orang tua bisa mulai menyampaikan pelan-pelan kepada anak. Ya...itung-itung sambil belajar Matematika dan belajar mengelola uang. Jangan lupa untuk membekali mental kepada anak ya, Bunda. Supaya mereka sedikit tahu dan paham risiko-risiko berbisnis.

Parents punya ide belajar bisnis untuk anak-anak? Bolehlah menambahkan di kolom komentar.

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Hello, Parents! Pada suatu pagi, saya melihat seorang laki-laki dewasa sedang mencuci piring dan peralatan masak di wastafel dapur. Wajan yang baru dipakai untuk memasak, dicuci sampai dua kali. Betul-betul terlihat sangat bersih, cling, dan kesat. Sampai dia mempraktekkan, telunjuknya menyentuh wajan bagian depan yang baru saja dicuci bersih.

Kegiatan cuci wajan sampai cling itu saya lihat di iklan sabun cuci piring, dong. 🤭

Tapi tenang, saat ini banyak juga laki-laki di dunia nyata yang sudah membiasakan melakukan pekerjaan rumah tangga, ya. Apalagi mereka yang sudah terbiasa hidup mandiri, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tersebut bukan lagi hal yang tidak menyenangkan karena sudah masuk dalam aktivitas harian. Terlepas dari mandiri, bisa jadi dia sudah dibekali orang tuanya sejak usia dini untuk turut menyelesaikan pekerjaan rumah tangga.

Melibatkan Anak Laki-Laki Dalam Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga

Melibatkan Anak Laki-Laki Dalam Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga.

Siapa bilang pekerjaan rumah tangga hanya bisa dilakukan oleh perempuan atau hanya bisa diajarkan kepada anak perempuan saja. Faktanya banyak petugas cleaning service atau koki laki-laki. Tiap anak itu memang unik dan alhamdulillah anak laki-laki saya termasuk yang mau membantu pekerjaan Ibunya. Dia juga jarang menolak jika saya melibatkannya untuk melakukan pekerjaan rumahan. Drama dan kendala pasti ada, namanya sedang belajar, ya. Terpenting orang tua mau menikmati prosesnya. Iya, tidak banyak orang tua yang mau menikmati proses ketika anak laki-lakinya sedang mulai belajar membantu pekerjaan rumah tangga.

Mungkin Ayah atau Ibu pernah tidak sengaja memegang tangan anak laki-lakinya ketika menjumpainya sedang mencuci gelas kaca. Tangan orang tua spontan memegang tangan anak seperti sebuah kode menghentikan dari aktivitas cuci gelas. Atau, yang kadang bikin anak kaget tuh ketika orang tua merebut gelasnya karena khawatir jika anak belum bisa hati-hati dalam melakukan pekerjaan. Khawatir juga gelas itu bakal pecah di tangannya hingga menyebabkan luka.

Selain itu, kadang muncul permasalahan lain yaitu orang tua khawatir apa yang sudah dikerjakan anak laki-lakinya tidak maksimal dan malah jadi dua kali kerja. Sungguh ini perasaan yang wajar banget, ya. Hanya saja orang tua harus mampu mengendalikan perasaan tersebut dan dapat mengubahnya menjadi kegiatan bonding bermakna bersama anak laki-lakinya. 

Kegiatan mencuci peralatan makan tidak lagi membuat khawatir dan jauh dari kata-kata bahaya jika dilakukan bersama-sama. Orang tua mendampingi anak laki-lakinya dalam menyelesaikan aktivitas tersebut. Anak pun menjadi lebih paham bagaimana dapat menuntaskan pekerjaan rumah tangga dengan baik dan benar. Satu yang perlu diingat, ada baiknya orang tua dapat melakukan kegiatan bersama anak ini ketika sedang tidak dalam keadaan tergesa-gesa. Saat akhir pekan, misalnya. Jadi, perasaan orang tua lebih tenang dan anak pun melakukannya penuh dengan kegembiraan. 😉 


Cara Membiasakan Anak Laki-Laki Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga.

Apakah Ayah Ibu pernah mengobrol dengan anak laki-laki atau ponakan laki-laki perihal pekerjaan rumah tangga? Anak-anak tentu kerap melihat pekerjaan rumah tangga yang dilakukan orang tuanya sekalipun di rumah ada Asisten Rumah Tangga (ART). Iya, meskipun kesehariannya dibantu oleh ART, tapi bukan berarti seorang Ibu melimpahkan semua pekerjaan rumah tangga kepada ART dong, ya. 😆

"Kami sudah membayar mahal ART, lho. Ngapain masih repot mengurus pekerjaan rumah tangga."

Naluri seorang Ibu untuk turut menyelesaikan pekerjaan rumah tangga pasti ada sekalipun sudah ada ART. Entah berapapun persentasenya. Apalagi bagi para Ibu yang ingin mengenalkan pekerjaan rumah tangga kepada anak-anaknya, mereka dengan penuh semangat turut andil melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dikenal tidak akan ada habisnya. 

Cara Membiasakan Anak Laki-Laki Melakukan Pekerjaan Rumah Tangga.

Saya sendiri termasuk Ibu yang turut mengerjakan rutinitas harian sebagai IRT sekalipun punya ART di rumah. Harapannya apa yang saya kerjakan di rumah meskipun tidak banyak, dapat mengundang perhatian anak-anak. Mulai dari sini, saya yakin anak-anak tergerak hatinya dan tertarik untuk turut membantu Ibunya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga yang sedang dikerjakan.

1. Membiasakan Sejak Anak Usia Dini.

Mengawali kebiasaan baik, orang tua dapat mengenalkan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga kepada anak laki-laki sejak usia dini. Mengajarkan apa saja kepada anak memang lebih mudah jika dilakukan sejak kecil. Apalagi kebiasaan-kebiasaan baik, jika ditumbuhkan sejak usia dini maka hasilnya akan lebih maksimal.

Orang tua dapat memberikan contoh sederhana yaitu dengan mengajaknya membereskan kamar tidur sebelum dan setelah bangun. Kegiatan ini jika dilakukan secara rutin akan menjadi kebiasaan dan menumbuhkan rasa tanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Jangan lupa sesuaikan dengan usia anak untuk memulai mengenalkan pekerjaan rumah tangga. Lakukan secara bersama-sama sampai anak paham bahwa ada beberapa pekerjaan rumah tangga yang sudah dapat ia kerjakan dan pada akhirnya menjadi kebiasaan yang berkelanjutan atau konsisten.

2. Hindari Membedakan Peran Antara Anak Laki-laki dan Perempuan Ketika Di Rumah.

Pada dasarnya, pekerjaan rumah tangga dapat dilakukan oleh anak perempuan dan juga anak laki-laki. Hanya saja memang kadang ada orang tua yang membatasinya, mana yang sekiranya bisa dilakukan anak laki-laki dan mana yang tidak boleh dikerjakan anak perempuan. Batasan-batasan itu yang membuat adalah orang tua sendiri sebagai orang terdekat, bukan orang lain. Padahal untuk pekerjaan rumah tangga, tuh, bebas saja. Apalagi buat anak-anak yang masih dalam tahap belajar, baiknya orang tua harus menghindari membedakan peran antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Kebetulan saya punya dua anak, perempuan dan laki-laki. Keduanya dekat dengan saya dan juga Ayahnya. Artinya, mereka tidak ada rasa canggung untuk membantu pekerjaan kami. Contohnya, ketika saya butuh bantuan untuk menyapu halaman, mereka akan bersama-sama ikut menyapu halaman. Atau, ketika Ayahnya sedang mencabut rumput liar di lingkungan rumah, mereka pun kadang mendekati Ayahnya dan turut mencabut rumput.

Saya rasa anak-anak dapat membantu pekerjaan rumah tangga asalkan diberi arahan dan didampingi jika perlu. Dan pekerjaan rumah tangga itu tidak harus dikerjakan anak perempuan saja, anak laki-laki pun mampu jika sudah dibiasakan sejak usia dini.

3. Buatlah Jadwal Mengerjakan Pekerjaan Rumah Bersama Anak.

Mungkin buat orang tua yang kesehariannya cukup padat aktivitasnya, cara ketiga ini bisa menjadi solusi. Yaitu dengan membuat jadwal mengerjakan pekerjaan rumah tangga bersama anak. Orang tua dapat membagi langsung pekerjaan rumah tangga atau berkolaborasi. Sebagai contoh yaitu jadwal mencuci piring atau menyapu rumah. Antara anak laki-laki, anak perempuan, Ibu, dan Ayah, punya tugas yang sama di hari yang berbeda.

Membuat jadwal seperti ini juga sebagai salah satu trik jika anak sudah mulai beranjak dewasa. Kadang mereka banyak melakukan kegiatan di luar rumah. Apalagi anak laki-laki, ya. Ada kegiatan olahraga, nongkrong, dan kegiatan lain untuk eksistensi diri. Jika tidak dibuat jadwal bisa jadi mereka betah berlama-lama di luar rumah. 😆 Terpenting dibuatkan jadwalnya ya, Bun. Supaya selalu ingat rumah, ingat ada tanggung jawabnya, dan ingat juga dengan keluarganya di rumah.

Membagi Pekerjaan Rumah Tangga Dengan ART.

Saya sadar karena anak-anak masih usia dini, jadi masih butuh perhatian lebih dari ART ketika saya sedang berkerja di luar rumah. Makanya, jika ada pekerjaan rumah tangga yang tidak dapat diselesaikan oleh ART pada hari itu juga, saya mencoba menerimanya karena prioritas saya terpenting anak-anak merasa aman dan nyaman di rumah saat orang tuanya sedang bekerja.

Saya juga sadar dengan keterbatasan waktu yang saya miliki untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga. Makanya, saya selalu berusaha untuk melakukan komunikasi untuk membagi pekerjaan rumah dengan ART. Seberapa pun waktu yang saya punya untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, saya gunakan semaksimal mungkin. Lebih dari itu, saya juga minta tolong ke ART untuk melibatkan pekerjaan rumah dengan anak-anak ketika saya tidak di rumah. Pekerjaan yang dibagikan tentu bukan pekerjaan orang dewasa, tapi pekerjaan yang sekiranya bisa dilakukan oleh anak-anak. Mencuci piring setelah makan, misalnya.

Melibatkan anak-anak dalam menyelesaikan pekerjaan rumah impactnya akan sangat terasa. Semudah apa pun pekerjaannya karena kami sudah merasakannya. 😉Kalau Ibu dan Ayah punya cara lain untuk membiasakan anak laki-laki melakukan pekerjaan rumah tangga, boleh sharing di kolom komentar, ya!

Share
Tweet
Pin
Share
No komentar

Hello, Parents! Meskipun bukan dari kalangan publik figur, bukan juga seorang selebriti, tapi saya tertarik nimbrung tentang pro dan kontra anak dijadikan konten. Eh, ini nimbrungnya bukan untuk mencampuri urusan orang lain lho, ya.🤭 Tapi buat pengingat pada diri sendiri karena saya pun kerap mengunggah foto atau video bersama anak-anak di akun media sosial milik pribadi.

anak dijadikan konten

Sebelum menulis blog post ini, saya menyempatkan diri untuk menonton beberapa video milik seorang Youtuber ternama di Indonesia. Tentu tak lain adalah video yang sempat ramai karena banyak Netizen yang mengomentari aktivitas yang dilakukan si Youtuber cantik yang sekarang sudah menjadi seorang Ibu. Bagi saya penting banget menontonnya, apalagi ketika hendak menuliskan tentang anak yang dijadikan konten oleh orang tuanya. Ya...sekalipun saya tidak akan mengomentari kegiatan mereka yang katanya membahayakan si kecil. Tapi nurani saya terpanggil untuk menonton rekaman video dengan durasi hampir 17 menit.

Selain itu, ada juga berita viral di media sosial yang mana netizen mengomentari artis yang sampai saat ini belum mempublikasikan wajah anaknya. Banyak yang menuliskan komentar katanya rupanya enggak sesuai ekspektasi. Yasalam...memang kadang netizen itu semau-mau banget kalau komentar, ya. Kan memang ada orang tua yang sedari awal berkomitmen atau berniat tidak ingin memperlihatkan wajah anaknya sampai batas waktu tertentu. Di lingkaran pertemanan saya pun ada yang seperti itu, lho. Bukan karena parasnya tidak sesuai ekspektasi, tapi lebih menjaga privacy anaknya.

Merekam Aktivitas Anak Menjadi Salah Satu Kebahagiaan Bagi Orang tua.

Sehari setelah melahirkan secara normal, alhamdulillah kondisi fisik saya berangsur membaik. Kebetulan saya melahirkan saat malam hari, kira-kira pukul 21.50 WIB. Jadi, hanya membutuhkan waktu beberapa jam saja untuk kembali melihat mentari bersinar. Rasa-rasanya tidak sabar menunggu pagi, menggendong buah hati dan mengajaknya keluar untuk merasakan hangatnya matahari pagi.

Sebelum memulai aktivitas bersama si kecil, saya menyempatkan untuk mengabadikan momen yang bagi new parents seperti saya menjadi salah satu momen istimewa. Dokumentasi foto dan video dalam satu hari saja bisa mencapai puluhan karena merekam aktivitas anak memang menjadi kebahagiaan bagi orang tua. Apalagi jika anak pertama, rasanya ingin terus mendekapnya. Mungkin ini tidak hanya terjadi pada saya, orang tua lain juga merasakan hal yang sama. Dikit-dikit foto. Dikit-dikit video. 😂

merekam segala aktivitas anak


Saya pernah menonton video di TikTok yang tidak sengaja lewat di beranda. Audionya mewakili para Ibu-ibu yang isi otaknya lebih penuh warna. 🤭 Kira-kira audionya seperti ini "ngapain, sih, dikit-dikit foto. dikit-dikit video. mungkin yang bilang gitu enggak sadar kalau hidup itu selalu berjalan cepat. dan kita enggak selalu punya memori buat mengingat. berakhir lupa karena banyak momen yang cuma lewat. foto dan video cuma segelintir syukur buat meromantisisasi apa yang sudah terjadi. biar suatu hari bisa dilihat lagi, dikenang kembali, dan bisa lebih menghargai hidup yang udah kita jalani."

Saya menonton video tersebut yang point of viewnya dari seorang Ibu muda yang sedang menemani anaknya jalan-jalan, main, beli jajan bareng, pokoknya tidak jauh dari aktivitas Ibu dan anak. Dan selesai menonton, ya memang sebagian besar orang tua yang merekam segala aktivitas anak mempunyai tujuan diantaranya sebagai kenangan biar suatu saat bisa dilihat lagi. Sama persis dengan audio di atas. Hanya saja ada orang tua yang memilih hasil dokumentasinya hanya untuk kalangan sendiri atau dinikmati sendiri. Ada juga yang memilih mempublikasikan untuk umum melalui media online.

Menjadi Penikmat Konten Atau Turut Memublikasikan Konten?

Saat mengikuti webinar tentang momen bonding bermakna, new parents Nikita Willy bersama suami berbagi tentang pola pengasuhan anak pertamanya. Mereka juga mengakui jika peran media sosial dapat mempengaruhi orang tua dalam mendampingi tumbuh kembang si kecil. Makanya, mereka jarang membagikan momen bersama anak di media sosial sekalipun mereka sudah punya parenting style tersendiri dalam mengasuh anaknya.

Mereka bukan takut dengan komentar-komentar netizen yang maha benar itu, sih, tapi merasa tidak ada kewajiban membagikan ativitas bersama anak ke media online. Sesekali mengunggah aktivitasnya, lalu ada komentar dari netizen, mereka sudah bisa mengendalikan diri, dong. Yups, komentar yang sekiranya bermanfaat dapat mereka ambil hikmahnya. Pun sebaliknya, komentar yang dinilai negatif karena mungkin tidak sependapat dengan apa yang telah mereka share, kadang diskip demi menjaga kesehatan mental. Mereka lebih sering tutup mata, tutup telinga.

Menjadi Penikmat Konten Atau Turut Memublikasi Konten


Orang tua zaman now, kita dihadapkan dengan dua pilihan perihal konten yang sudah dibuat. Yaitu tetap bertahan hanya dengan menjadi penikmat konten atau turut mempublikasikan konten.

Sebagai penikmat konten, orang tua dapat menikmati konten-konten yang sudah dibuatnya, hanya dinikmati sendiri sebagai kenangan. Lebih dari itu, mereka juga dapat melihat konten-konten milik publik figur, teman, keluarga, atau selebriti favorit, yang dibagikan melalui media online. Namanya penikmat, ya mustinya menikmati dong, ya. Menikmati tanpa nyinyir atau menghakimi. 🙈

Berbeda dengan para orang tua yang memilih untuk turut mempublikasikan kontennya. Ada baiknya cari tahu batasan-batasan apa saja foto atau video yang boleh dipublikasikan ke media online. Sekalipun konten tersebut milik pribadi, tapi sebelum mengunggahnya harus dilihat, ditonton, berkali-kali supaya tidak menjadi bahan obrolan followers, fans, atau haters. 😂 Yups, konten yang sekiranya dapat "melahirkan" risiko sebaiknya dihold untuk konsumsi pribadi. 

Kadang ada aktivitas bersama anak yang dibagikan di media sosial menurut orang tuanya masih dalam batas wajar. Namun bisa jadi menurut orang tua lain sudah diluar batas wajar. Lalu bagaimana baiknya?

Mungkin banyak orang tua yang berkomentar, "anak-anak gue, terserah gue. repot aman. lagi pula elu kan enggak ikut kasih makan. pikirin amat." 😂

Mari kita berpegangan, Bun. Kita hidup sebagai makhluk sosial. Mau hidup di desa maupun di kota. Dokumentasi mau dinikmati sendiri maupun dibagikan kepada khalayak. Kita tetap harus perbanyak bacaan. Rajin-rajin membaca buku atau artikel tema parenting. Ini sangat membantu untuk menyadarkan atau memfilter konten mana yang layak atau tidak layak diunggah di dunia maya. Iya, kadang perihal publikasi konten di media online juga menjadi PR buat para orang tua. Harus paham konten seperti apa yang boleh dan tidak boleh dipublikasikan di media sosial.

Anak Dijadikan Konten, Setuju?

Sebagai seorang Blogger, saya kadang masih susah percaya ketika dihubungi brand-brand ternama di Indonesia dan mengajak kerjasama. Sejauh ini, saya tidak pernah mempermasalahkan kerjasama dengan mereka selagi ketentuannya jelas di awal dan saling menguntungkan. Yaiya, masa mau kerjasama tapi merugikan. 🤭 

Beberapa kerjasama yang ditawarkan kadang ada yang harus melibatkan anak, menyertakan anak ke dalam konten karena produk mereka memang direkomendasikan untuk anak-anak. Kalau sudah seperti ini, saya cukup selektif dalam menerima tawaran dan harus komunikasikan terlebih dahulu dengan anak. Jika anak mau, berarti bisa dilanjutkan kerjasamanya. Dan sebaliknya, jika anak menolak, saya juga tidak bisa melanjutkan kerjasamanya meskipun sudah tahu nilai materinya lumayan.

anak dijadikan konten boleh atau tidak


Lalu, bagaimana dengan konten-konten yang murni tanpa label advertorial?

Nah, kalau ini yang paham boleh atau tidak boleh dibagikan ke publik adalah orang tuanya. Mereka harus punya batasan-batasan tersendiri dan kontrolnya memang ada pada orang tua. Selain berbekal dari hasil membaca dan mengamati, tidak ada salahnya orang tua membuat batasan-batasan konten apa saja yang boleh dan tidak boleh dipublikasikan di media digital. Selagi tidak merugikan, tidak mendatangkan risiko, tidak melanggar norma, saya rasa tidak masalah anak dijadikan konten.

Orang tua paling tahu apa-apa yang dibutuhkan anak-anaknya. Orang tua juga paling paham apa-apa yang tidak disukai anak-anaknya. Orang tua paling tahu apa-apa yang sekiranya dapat membahayakan anak-anaknya. 

Dear anak-anak Ibuk yang kerap masuk frame bareng Ibuk, percayalah kalau Ibuk tidak ada maksud jelek saat publikasikan foto atau video di media digital. Insya Allah masih dalam batas wajar dan tidak membuat malu kalian. 💓

Ibuk atau Ayah munkin punya pandangan lain tentang anak yang dijadikan konten oleh orang tuanya? Boleh sharing lewat kolom komentar, ya. 😘
Share
Tweet
Pin
Share
25 komentar

Membangun Momen Bonding Bermakna - Hadir di tengah anak-anak secara utuh tidak lah mudah. Apalagi buat orang tua yang kesehariannya harus bekerja dari pagi hingga sore. Terkadang raga di rumah, tapi pikiran masih "tertinggal" di kantor. Memang betul-betul butuh kesadaran dan komitmen untuk membersamai mereka setiap harinya. Jika tidak mempunyai tekad yang kuat akan merasa susah memberikan waktu khusus untuk anak-anak. Pada akhirnya, waktu dua puluh empat jam dalam sehari pun rasanya kurang.

Menyedihkan memang. Apalagi buat yang punya mindset bahwa pengasuhan anak hanya tugas seorang Ibu, tambah menyedihkan. 

momen ayah dan anak

FYI, Indonesia menempati urutan ketiga di dunia sebagai negara dengan anak-anak tanpa ayah (fatherless country) terbanyak. Fatherless diartikan sebagai anak yang bertumbuh kembang tanpa kehadiran ayah, atau anak yang mempunyai ayah tapi ayahnya tidak berperan maksimal dalam proses tumbuh kembang anak dengan kata lain pengasuhan. Jadi, boro-boro bisa membangun momen bonding, anak-anak minta ditemani bermain saja kadang yang didapatkan malah omelan. Atau, langsung memanggil Ibunya untuk menemani main dengan dalih badan capek. Anak seperti dipaksa untuk mengerti kondisi orang tuanya yang setelah seharian bekerja. 🥲 

Meskipun anak memiliki seorang Ayah, namun mereka tidak mendapatkan pendampingan dari sosok Ayah, ini akan memberikan dampak buruk bagi perkembangan masa depannya. Hal-hal yang seperti ini kadang tidak dipahami oleh semua orang tua. Makanya sebelum menjadi orang tua, tidak ada salahnya belajar ilmu parenting, lho. Dan sekarang untuk menambah ilmu parenting itu sangat mudah. Bisa dengan cara membaca artikel yang relevan dengan cara pengasuhan anak, membeli buku-buku yang bertema parenting, atau mengikuti akun sosial mendia yang menyuguhkan informasi parenting.

New Parents Harus Perbanyak Belajar Parenting. Terutama Buat yang Hidup di Desa.

Banyak yang bilang, hidup di desa itu enak, nyaman, dan menyenangkan. Betul, saya yang hidup dan dibesarkan di lingkungan pedesaan juga merasa demikian. Namun saat menjadi new parents, perasaan menyenangkan kadang susah didapatkan. Apalagi kalau sudah ngomongin pola pengasuhan anak. Sudah pasti ada beberapa pemahaman yang berseberangan dengan orang tua, mertua, saudara, atau tetangga.

Masalah yang paling lumrah yang terjadi setelah Ibu melahirkan yaitu perihal Air Susu Ibu (ASI) yang belum keluar. Jika dalam kondisi belum punya hunian sendiri, biasanya masalah ini akan ramai dan berujung pada tekanan batin bagi seorang Ibu. 🙈 Nah, mulai terbayang jika suami sejak awal tidak diberi pemahaman terlebih dahulu, kan. Bisa pusing pala Barbie.

Kadang, tuh, ada masyarakat di desa yang semangat banget memberikan saran-saran yang ujungnya bikin dada sesak. Belum lagi omongan yang dari mulut ke mulut yang kadang Masya Allah banget.🤭Sering tanpa sengaja omongan-omongan yang kurang pas di hati bisa membuat bad mood atau bahkan down yang sampai ingin rasanya menutup akses pintu masuk untuk orang lain. Situasi seperti ini mungkin lebih banyak terjadi di pedesaan. Soalnya kalau hidup di perkotaan, khususnya di cluster atau aparment, kan terkenal dengan hidup lebih mandiri, ya. Maksudnya jarang tengok kanan kiri jika tidak ada perlu. 😆

momen ibu dan anak

Kalau sudah beda pemahaman atau selisih pendapat, kira-kira apa yang harus dilakukan?

Tentu harus lebih sering istighfar dan tarik napas dalam-dalam ya, Bun. 🤭 Kalau stok sabar masih ada, kita bisa memberikan pemahaman kepada orang yang sekiranya tidak satu pemahaman dengan kita. Ya...meskipun sebenarnya tidak begitu penting, sih. Tapi barangkali perselisihan pendapat terjadi karena memang minimnya informasi atau pengetahuan mereka. Tapi tenang, selagi suami sudah kita ikat kencang-kencang, mental Ibu akan baik-baik saja dan stabil. 🙈 Makanya kalau bisa, tuh, harus membuat komitmen terlebih dahulu sebelum si bayi lahir. Ya...meskipun sudah menjadi tugas atau tanggung jawab bersama, tapi kalau sudah satu pemahaman hidup terasa sempurna. 😆

Banyak Belajar Ilmu Parenting Terkini. Salah Satunya yaitu Membangun Bonding Bermakna. 

Membangun bonding dengan anak dan juga keluarga sebenarnya tidak sudah. Ketika orang tua dapat hadir di tengah anak-anak, maka momen bonding bermakna dapat mulai dilakukan. Dan saya merasa beruntung ketika mendapatkan undangan dari Kumpulan Emak-Emak Blogger (KEB) untuk menghadiri event online Festival Zwitsal yang bertajuk Momen Bonding Bermakna.

Event tersebut diselenggarakan oleh Zwitsal secara hybird. Pertemuan online dilakukan secara live melalui Zoom yang diikuti lebih dari 500 peserta. Sedangkan pertemuan offline bertempat di Mal fX Sudirman, Lt 3. Ini yang hadir secara offline pesertanya banyak juga, lho. Ada lebih dari 500 peserta. Artinya, ada lebih dari 1000 Mama yang mengikuti agenda menarik dalam Festival Zwitsal yaitu diskusi interaktif dengan para narasumber hebat dan juga mengikuti kelas baby spa.

momen bonding bersama anak

FYI, acara ini dilaksanakan pada tanggal 22 Desember 2022, bertepatan dengan peringatan Hari Ibu. Memperingati 50 tahun kehadiran Zwitsal di Indonesia sekaligus merayakan Hari Ibu, Zwitsal meluncurkan kampanye #MomenBondingBermakna untuk mendampingi para orang tua menciptakan momen-momen kebersamaan yang bermakna bersama anak. Momen bonding ini diyakini dapat memberi dampak pada pertumbuhan emosionalnya di masa depan.

Diskusi Interaktif Membangun Momen Bonding Bermakna.

Hadir sebagai pembicara dalam Festival tersebut yaitu Mahnessa Siregar (Nessa), Head of Deodorant and Baby Care Unilever Indonesia, Samanta Elsener, M.Psi, Psikolog Anak dan Keluarga, dan Nikita Willy, Brand Ambassador Zwitsal. Meskipun menghadiri secara online, saya dapat merasakan keramaian Festival tersebut. Apalagi yang memandu acara, Lala Nabila asyik banget karena sangat komunikatif. Sukses "menghidupkan" acara ini.

Nikita Willy yang saat itu hadir bersama suaminya, Indra berbagi ilmu parenting yang menurut saya sangat bagus. Mungkin kalian masih ingat video yang dibagikan Nikita Willy saat momen pemberian MP-ASI untuk anaknya, Issa. Rekaman video tersebut juga diputar pada festival zwitsal, lho. Banyak Netizen yang menuliskan komentar pada video yang menayangkan Baby Issa sedang makan paha Ayam. Video tersebut sempat viral dan menuai pro dan kontra. Namun mereka tidak begitu memusingkan komentar-komentar kontra di video tersebut karena mereka punya parenting style tersendiri.

Saya salut dengan cara mereka menanggapi komentar-komentar dari Netizen yang maha benar itu. 🤭Tidak ada keraguan dalam diri mereka ketika menjawab semua pertanyaan-pertanyaan publik perihal pola pengasuhan Baby Issa. Padahal kita semua tahu, mereka adalah new parents. 

Kenapa mereka bisa sangat percaya diri dalam berbagi Ilmu parenting padahal tergolong orang tua baru? 

Sebagai orang tua, mereka percaya bahwa orang tua lah yang paling tahu apa yang terbaik untuk anaknya. Nikita juga kerap menutup mata dan telinga ketika mendapatkan komentar yang negatif dari orang lain perihal cara pengasuhan anaknya. Dan yang paling penting bagi Nikita adalah bagaimana mereka bertiga selalu punya waktu untuk membangun attachment secara fisik ataupun emosional.

momen bonding bersama anak sangat berharga


Omong-omong, mereka sudah punya bekal ilmu parenting dari sebelum melahirkan Baby Issa, lho. Pantas saja kompak banget, ya. Mereka juga sama-sama belajar dan membuat komitmen untuk pola pengasuhan untuk anaknya. Jadi, mereka ini satu suara dan punya prinsip yang sama dalam mengasuh anaknya. Termasuk cara membangun bonding bersama anak, mereka punya cara tersendiri. Mulai dari wajib makan bersama, mengajak Issa jalan-jalan, sampai dengan momen memandikan Issa. 

Pada momen memandikan Issa, ini jadi kesempatan buat Nikita dan Indra untuk menyentuh Issa dengan lembut dan berkomunikasi sambil bercanda. Melalui momen-momen seperti ini, Nikita Willy berharap Issa dapat percaya bahwa Ayah dan Bundanya selalu bisa jadi orang pertama yang dapat ia andalkan hingga nanti.

Di akhir diskusi, mereka berbagi tips membangun momen bonding bermakna dengan anaknya, salah satunya yaitu dengan membuat rutinitas harian dengan anak. Banyak rutinitas yang bisa meningkatkan bonding dengan anak, seperti baca buku, baca doa, dan brakfast bersama sesibuk apa pun. Intinya, keluarga adalah prioritas utama. 🫰🏻

Samanta Elsener pada acara diskusi juga memberikan contoh bonding yang paling simpel. Yaitu ketika Ibu keluar dari suatu ruangan, anak pasti akan mengikutinya. Ini dapat terjadi karena sejak seribu hari pertama kehidupan anak sudah bergantung pada Ibunya. Ia juga menambahkan, bahwa sebagai orang tua harus bisa self control atau meregulasi emosional. Ini biasanya terjadi ketika anaknya mulai dibanding-bandingkan dengan teman yang seusianya. Pola pengasuhan anak antar orang tua itu berbeda-beda. Dan membandingkan tumbuh kembang anak satu sama lain menurut Samanta juga tidak apa-apa asalkan digunakan sebagai bahan evaluasi, bukan sebagai bahan cemooh yang kadang sampai membuat over thinking.

Sharing yang dibagikan Samanta ini berbobot banget. Ia juga memberikan tips bonding bagi pasangan yang LDR, lho. Iya, meskipun jarak berjauhan tetapi masih tetap bisa membangun bonding dengan anak dengan cara membiasakan video call, saling merekam suara, atau saat momen setelah mandi ketika anak sedang ganti baju, bisa juga melakukan video call untuk melihat aktivitas anak.

Samanta menambahkan, keinginan untuk menjadi sosok yang sempurna dapat menimbulkan beragam dampak negatif seperti mudah cemas, rentan terhadap stres bahkan depresi, selalu merasa ’kurang‘ dalam menjalankan peran sebagai ibu, hingga terjebak dalam mompetition atau mom shaming, yang ternyata dialami oleh 88% ibu millennials dan Gen-Z di Indonesia. Menyikapi hal ini, penting bagi orang tua untuk melepaskan diri dari tekanan lingkungan sekitar dan meyakini bahwa sebetulnya, hal terpenting dari perjalanan sebagai orang tua adalah membangun ikatan emosional yang erat dengan anak mereka, yang dapat diciptakan melalui momen-momen bonding yang bermakna.

Sama halnya seperti yang disampaikan oleh Mahnessa, perwakilan dari pihal Unilever Indonesia. Bahwa Studi Priory Group memperlihatkan 40% dari 1.000 orang tua menganggap gambaran ideal mengenai parenting yang tersebar di social media telah memicu kecemasan mereka. Di tengah fenomena ini, tekanan sebagai orang tua ternyata lebih banyak dirasakan oleh para ibu. Menurut studi Cornell University, para ibu merasa lebih stres menjalani peran sebagai orang tua dibanding ayah, salah satunya karena selalu ingin menyesuaikan image mereka dengan konsep “ibu yang baik”. Bahkan, studi lain dari BabyCenter menunjukkan bahwa 80% ibu millennials merasakan tekanan dari sekitar mereka untuk menjadi ibu yang sempurna. 

momen bonding bersama anak

Baby Spa Menjadi Salah Satu Momen Bonding Bermakna.

Zwitsal memahami bahwa salah satu bentuk momen bonding paling efektif adalah melalui skin to skin contact. Momen ini dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Hal ini sejalan dengan brand purpose Zwitsal: menjadikan momen perawatan bayi sehari-hari menjadi momen bonding yang bermakna melalui skin to skin contact antara orang tua dan anak. Makanya, pada akhir acara Zwitsal menggelar kelas Baby Spa.

Kelas Baby Spa ini diikuti oleh lebih dari 1000 Ibu secara offline maupun online. Salah satu highlight dari Festival Zwitsal #MomenBondingBermakna adalah kelas Baby Spa sebagai salah satu cara untuk menciptakan momen bonding bermakna. Ditemani rangkaian produk Zwitsal ini mampu membantu menstimulasi sejumlah indera Si Kecil serta mendorong perkembangan otak dan intelegensianya. Kegiatan ini berhasil memecahkan rekor kelas Baby Spa dengan peserta terbanyak versi theAsianparent, selaku mitra penyelenggara festival.

momen bonding bersama anak

Nah, kelas Baby Spa ini dipandu oleh trainer yang andal yaitu Bunda Maryati dan Bunda Yanti dari Mom N Jo yang merupakan pelopor pijat bayi, spa bayi, pijat hamil, dan pregnancy massage. Baby Issa yang saat itu baru hadir langsung diajak baby spa, lho. Dan trainer dari Mom N Jo juga membagikan cara message yang benar kepada para peserta.

Berikut beberapa poin dan cara yang wajib diketahui orang tua saat hendak memijit anak yang juga bisa dimanfaatkan sebagai momen bonding.

  • Usahakan bayi dalam keadaan santai, tidak sedang kantuk, atau bukan setelah makan. Waktu yang paling tepat untuk melakukan pijatan massage bayi adalah setelah tidur, bukan saat hendak tidur.
  • Ambil minyak telon untuk memessage bayi. Trainer tidak menyarankan untuk menggunakan bahan-bahan yang dapat membuat kulit bayi panas.
  • Jangan taruh minyak telon langsung ke anak, tapi ke telapak tangan Ibu terlebih dahulu supaya anak tidak kaget.
  • Sebelum mulai memijit, orang tua harus izin kepada anak terlebih dahulu sambil memegang tangannya. Ini sebagai salah satu bentuk komunikasi dengan bayi. Kemudian, lakukan tiga gerakan message yang dapat membuat anak merasa nyaman.
  • Gerakan pertama, yaitu pengusapan. Ambil tangan anak, lalu dipijit-pijit dari atas ke bawah. Para trainer selalu memakai minyak telon dari Zwitsal karena cocok dan tidak kesat.
  • Gerakan kedua, yaitu memutar. Gerakan ini selalu mengarah ke atas, dari bawah ke atas, lalu memutar. Ini bermanfaat untuk kesehatan jantung.
  • Gerkan ketiga, yaitu milking atau memerah. Ini gerakannya seperti memerah, lakukan dengan pelan gerakan naik turun dari atas ke bahawah atau sebaliknya.

FYI, ketika sedang memijit bayi, usahakan bagian wajah, mata, jangan sampai terkena minyak telon ya, Bun. Karena bagian tersebut adalah paling sensitif. Dan jika anak sedang dalam keadaan demam, orang tua tidak boleh mengajaknya spa karena nanti bisa jadi bukan nyaman yang didapatkan melainka rewel, badan tambah sakit, dan tambah demam.

Saat memijit baby Issa, Bunda Maryati menggunakan menggunakan Zwitsal Minyak Telon yang memberikan kehangatan dan kelembutan pada Si Kecil di setiap usapan dan pijatan. Oiya, Zwitsal juga menghadirkan formula baru Zwitsal Baby Bath Hair & Body yang mengandung 4x Prebiotic Moisturizer yang melembapkan kulit bayi sehingga tetap lembut dan sehat. Dilengkapi keharuman lembut khas Zwitsal, inovasi ini membuat momen mandi menjadi momen bonding yang bermakna.

Momen Bonding Memang Selalu Mengesankan.

Selama 50 tahun, Zwitsal dengan kelembutan dan keharumannya yang ikonik telah menemani keceriaan perjalanan ibu bersama Si Kecil melalui rangkaian produk berkualitas. Lebih dari itu, Zwitsal juga ingin terus mendampingi orang tua, khususnya new parents, dalam menghadapi tantangan demi tantangan yang mereka hadapi dalam menjalankan peran baru mereka, terlebih di era modern seperti sekarang yang semakin tak terpisahkan dari social media.

Saya juga menggunakan produk dari Zwitsal sejak punya anak. Produk Baby Bath Hair & Body ini paling favorit karena bisa langsung diaplikasikan untuk keramas sekaligus sabun mandi. Harumnya pun tahan lama dan begitu fresh. Kalau minyak telonnya, saya gunakan setelah mandi untuk dioleh di seluruh tubuhnya dari leher sampai telapak kaki.

momen bonding bersama anak

Membangun momen bonding bermakna bersama anak-anak tidak hanya mendekatkan orang tua dan anak secara fisik dan emosional. Namun momen ini juga akan menjadi kenangan sepanjang hidup bagi keduanya. Yups, momen bonding yang terwujud dalam kegiatan apa pun akan melekat dalam ingatan dan juga hati. 💓

Sudah kah hari ini membangun momen bonding bermakna, Bun? Jangan lupa sentuhannya ya, Bun. 😉 

Share
Tweet
Pin
Share
29 komentar
Hello, Parents! Banyak orang tua yang berpendapat kalau traveling bersama anak, tuh, bakal repot. Mungkin karena banyak barang yang harus dibawa saat traveling, makanya kesan repot, rempong, ribet, dan sejenisnya kerap menjadi pertimbangan mengajak anak traveling. Sebenarnya tidak repot, sih, kalau bisa mengubah mindset. Iya, soalnya pola pikir biasanya akan berpengaruh pada apa yang akan dikerjakan.

Coba yang masih punya mindset traveling bersama anak, tuh, banyak repotnya, sekarang diubah menjadi traveling besama anak selalu memberikan pengalaman baru bagi orang tua. Mulai dari sini, orang tua dapat melibatkan anak untuk menyiapkan segala hal yang dibutuhkan saat traveling, termasuk barang yang harus dibawa.

Yups! Menyiapkan barang yang harus dibawa saat hendak traveling atau packing sangat menyenang kan, Bun. Anak diberi kebebasan untuk membawa barang yang sekiranya dibutuhkan. Mulai dari sini, diskusi kecil-kecilan sudah pasti terjadi. Seperti harus membawa baju berapa, pakain dalam, harus bawa sisir atau tidak, dan obrolan-obrolan lain yang membutuhkan pertimbangan orang tua.

barang yang harus dibawa saat traveling bersama anak

Memisahkan Barang Sebelum Semua Masuk Ke Dalam Tas Atau Koper.

Artikel ini saya tulis ketika anak pertama saya berusia hampir 7 tahun di bulan Januari tahun depan, dan anak kedua berusia 2.5 tahun. Jadi, traveling bareng anak yang saya maksud tentu adalah anak-anak yang masih usia dini. Bukan anak SMP apalagi anak SMA. Disclaimer dulu, nih. 😆 Penting banget disclaimer padahal namanya traveling bersama anak, asalkan masih usia anak-anak, barang yang dibawa hampir sama. Hanya beda beberapa saja. 🤭

Saya selalu mengingatkan kepada anak-anak untuk memisahkan beberapa barang bawaan sebelum semua masuk bagasi. Iya, supaya di jalan tidak terjadi drama ingin ambil barang ini itu padahal sudah ditatuh di bagasi. Masih terjangkau, sih. Hanya saja jika membuka tas atau koper kadang harus merapikan kembali. Ya...kalau ditaruh di bagian atas, sih, aman. Kalau di bagian bawah, memakan waktu pastinya, kan.

Makanya, barang yang dibawa dan akan dinikmati di sepanjang perjalanan udah fix tidak boleh masuk tas atau koper. Supaya lebih tertib, sebelum semua masuk ke dalam tas, saya pasti cek ulang barang-barang bawaan mereka, khususnya mainan, smartphone, dan obat-obatan. Packingnya tidak boleh dicampur dengan tas isi pakaian untuk memudahkan akses pengambilan barang tersebut.

da barang-barang yang masuk pada tas khusus, tidak dicampur dengan tas yang berisi baju ganti atau barang lain yang dipergunakannya tidak.

Traveling Bersama Anak

Traveling Bersama Anak, Ini 5 Barang yang Harus Dibawa.

Masing-masing dari kami terbiasa membawa tas jika traveling. Dan di dalam tas yang kami bawa tentu isinya berbeda-beda. Kebutuhan darurat anak dan orang tua sudah pasti beda, kan. Saya yang penting di ransel ada charger atau power bank. Sementara anak-anak yang penting ada mainan. Kalau suami paling santai, tidak membawa ransel buat barang pribadi, cukup nitip di Ibuk saja karena paling hanya bawa dompet saja. Beda dengan Ibuk-ibuk yang kemana-mana selain smartphone, harus membawa make up buat touch up kalau luntur. 🤣

Nah, berikut daftar barang yang harus dibawa saat traveling bersama anak.

1. Pakaian Ganti Seperangkat Dengan Pernak Perniknya.

Traveling dengan agenda menginap atau tidak, saya selalu membawa baju ganti untuk anak-anak beserta pernak perniknya seperti minyak telon, hand sainitizer, parfume, dan issue. Usia anak-anak, kadang susah diprediksi. Anak sedang dalam keadaan kalem, tiba-tiba tidak sengaja bajunya ketumpahan ari minum yang sedang diminum Ayahnya. Bagaiman tidak tumpah, ya, sedang khusyuk minum digangguin anak-anak. Atau, kaget ditepuk bahunya sama istrinya dari belakang, dan dengan sengaja. Jahil amat, ya.  🤣

Bawa baju ganti secukupnya saja disesuaikan dengan rencana menginap supaya semua pakaian digunakan, tidak ada yang mubadzir. Bawa baju meskipun satu set bikin sesak, euy.

2. Mainan Anak. Jangan Dibawa Semua, yang Penting Favoritnya.

Barang ini paling urgent dan harus banget dibawa ketika bepergian bersama anak. Bawalah mainan secukupnya. Jangan dibawa semua, yang penting ada, dan usahakan adalah mainan favoritnya supaya enggan melepaskan. Mainan ini sangat membantu saat sedang dalam perjalanan terus tiba-tiba bosan. Orang tua dapat mengalihkannya dengan cara mengajak anak bermain. Tahu sendiri, orang tua yang sudah punya banyak mainan di handphonenya saja kadang bisa sampai bosan, apalagi anak-anak. Jadi, orang tua bisa mendampingi anak-anak atau ikut terlibat dalam bermain bersama anak di mobil.

3. Camilan dan Minuman Favorit.

Saat melakukan perjalanan traveling sudah pasti membutuhkan minuman. Ini pasti akan ditanyakan oleh anak-anak. Dan ketika orang tua membawakan camilan atau minuman favoritnya, sudah pasti mereka merasa lebih semangat dan no rewel-rewel club. Barang berupa camilan dan minuman bisa menjadi "senjata", lho. Apalagi kalau sudah mulai bosan. Orang tua harus punya cara supaya anak-anak dapat menikmati perjalanan sambil ngemil.

4. Obat-Obatan Standard Wajib Bawa!

Saya pernah punya pengalaman kurang menyenangkan saat traveling bersama anak. Yaitu lupa membawa obat standard seperti obat turun panas. Kebetulan saat itu kami sedang menghadiri event. Sesampainya homestay, tiba-tiba Syaquita demam dan aku lupa tidak membawa obat penurun demam. Ini menjadi pelajaran penting bagi saya karena dengan keteledoran ini pada akhirnya merepotkan orang lain.

Obat-obatan standar yang wajib dibawa diantaranya: obat penurun demam, obat masuk angin, obat mual, sampai dengan obat diare. Namanya dalam perjalanan kadang makan atau ngemil yang ternyata bikin perut tidak nyaman. Kalau saya harus membawa minyak angin dalam bentuk roll karena itu sangat membantu bagi Ibu-ibu usia 30+ seperti saya. 🤭

5. Modem MiFi Supaya Perjalanan Jauh Dari Drama.
Salain menciptakan bonding bersama anak, masih banyak manfaat traveling untuk anak-anak. Makanya, saya harus pandai-pandai menjaga perasaan atau mood anak agar terus stabil mulai dari rumah sampai tiba di lokasi. Dan jujur, kadang yang membuat anak bad mood adalah ketika waktunya ingin main game online atau bersentuhan dengan gadget, tapi kualitas internet tidak mendukung. Kadang anak mengalami badmood secara tiba-tiba. Makanya barang nomor lima yang mustinya dibawa saat traveling adalah Modem MiFi.

Tentu saya tidak ingin ketika sedang dalam perjalanan ada drama hanya karena smartphone Ibuk baterai habis, sehingga harus dicharge dulu supaya bisa digunakan untuk berbai koneksi internet melalui tethering. Terbayang kalau anak-anak sampai menangis, mood bakal kacau.  Tidak hanya mood anak saja, tapi juga orang tua.😂
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Cari Di sini

Perkenalkan...

Hai...perkenalkan, saya Idah. Ibuk dari dua anak dan satu-satunya admin di blog ini.

Rutinitas saya saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu Pekerja Kantoran. Kami sekarang tinggal di Kota Dawet Ayu, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Oiya, jika ingin komunikasi, bisa melalui akun instagram kami @cerisfamily atau kontak langsung melalui email cerisfamily@gmail.com. Terima kasih.

On Youtube

Fans Page

CERIS Family

Blog Archive

  • ▼  2025 (17)
    • ▼  Juli (2)
      • Family Trip Naik Vespa, Bali Jadi Lebih Mesra
      • Dari BRT Trans Jateng, Kami Pulang Membawa Banyak ...
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (39)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (28)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (14)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (17)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (26)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (61)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (62)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2015 (63)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (2)

Popular Posts

  • Biaya USG 4 Dimensi di RS Panti Nugroho
  • Tujuan Pemeriksaan HB dan HBsAG untuk Ibu Hamil
  • Tip Agar Jahitan Pasca Melahirkan Cepat Kering

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Part Of Community


Blogger Perempuan
mamadaring
Seedbacklink

Follow Us!

Social Media

Facebook Twitter Instagram Youtube Blog Ibu

MageNet

0ccdff8bd3766e1e4fdd711a2ad08ee5151bd247

Created with by ThemeXpose