• Home
  • About
  • Jasmine
  • Wildan
  • Hiroku
  • Kesehatan
  • Tumbuh Kembang
  • Parenting
  • Jalan Jajan
"Hai Kakaaaak, mau mudik kapan nih?"

"Eeeh, tumben telpon. Tanggal 17 baru balik Indo. Mau nitip apa?"

"Nitip keselamatan!"

"Tuuut...tuuut...tuuuut."

Hyaaah...signal ngga stabil. Putus mendadak, deh. Agak menyesal karena aku pura-pura jaim saat menelpon Kakak yang tak lama lagi mudik. Harusnya langsung ambil buku catatan yang aku taruh di dekat notebook. Tinggal buka beberapa lembar, di situ sudah tertulis list barang yang aku inginkan. Niat malak, ya. 😁


Menunggu Pakde Pulaang.... 😁
Ini kali pertama Kakak merasakan mudik dengan durasi yang cukup lama. Ya, sekarang dia sedang menempuh pendidikan di Negeri Sakura. Karena tahu dia bakal mudik, aku pun menghubunginya untuk memastikan bahwa dia telah siap mudik. 

Percakapan kembali tersambung dengan chat lewat hangout. Kali ini aku serius memastikan, bukan untuk malak oleh-oleh. 😂 Dan ternyata, persiapannya untuk mudik bisa dibilang sangat simpel. Mungkin karena dia masih single, jadi ngga banyak barang yang dibawa pulang. Atau, emang karakternya yang ngga suka ribet. 😀

"Mudik menggunakan jalur udara pasti bingung karena keterbatasan bagasi ya, Kak?"

"Yaelaah, ngapain bingung. Kan Kakak cukup membawa yang penting-penting saja."

"Terus, masak ngga bawa oleh-oleh barang satu koper, gitu?"

"Ngga laah. Oleh-oleh sudah aku titipin sama teman yang tiap minggu pulan Indonesia."

"Hiiiih...pantas saja packingnya cukup lima menit." 😩


Kota tujuan... 
Ternyata, dia punya trik jahat. Jadi nih ya, dia mending kena biaya ongkos kirim ke rumahnya ketimbang kena charge bagasi. Kalau kataku, ini sih ngrepotin banget, ya. Tapi kata dia, temannya itu kalau pulang cuma bawa badan dowang. Makanya, dia semacam gatel kalau sampai ngga nitip-nitip. Sampai akhirnya, mudik lebaran pun Kakak ngga membawa sebongkah oleh-oleh karena sudah dititipkan temannya. Diiih...😑

Nah, berikut beberapa hal yang telah dipersiapkan Kakak agar perjalanan mudik selamat, aman dan nyaman.

Petama, membeli asuransi perjalanan. Menurut Kakak, poin ini paling penting untuk keselamatan jiwa. Positive thinking perlu, namun berjaga-jaga untuk kemungkinan buruk terjadi pun ngga ada salahnya.


Penting atau ngga, tergantung pribadi... 😀
Kedua, siapkan tiket. Bagi kamu yang pelupa, setelah mendapat tiket pesawat, ada baiknya langsung dimasukan ke dalam dompet atau barang lain yang selalu dibawa. 

Ketiga, check-in lebih awal di counter bandara. Atau, boleh juga check-in online. Sebaiknya datang ke bandara 2 atau 3 jam sebelum boarding. Pesawat itu ngga seperti transportasi bus yang punya batas toleransi cukup panjang. Satu menit terlambat, bisa jadi ditinggal. Terlebih jika mudiknya mepet hari raya, atau hari besar lainnya. Jalan raya pasti ramai. Makanya ada baiknya datang di bandara lebih awal. Lebih baik menunggu, bukan?



Keempat, bawalah backpack untuk membawa kebutuhan-kebutuhan yang bersifat urgent dan penting, seperti air mineral. Dan barang-barang ini sebaiknya diletakkan di bagasi kabin yang ada di atas penumpang. Kakak ini tipe orang yang lebih baik ngga makan ketimbang ngga minum alias mudah haus. Buat yang satu tipe dengan Kakak, boleh lah ikut tips ini.


Kelima, pastikan bagasi tidak melebihi kapasitas. Pria single mah bawaannya dikit, ya. Sebenarnya ngga apa-apa kalau sampai melebihi kapasitas asal punya anggaran dan mau ribet. 😂

Keenam, supaya mudik dengan jalur udara tetap nyaman, siapkan KTP, Paspor, atau dokumen penting lainnya. Letakan di tempat yang mudah dijangkau untuk mempermudah pemeriksaan. Kebayang kalau dokumen yang diminta ketinggalan atau salah meletakan. Di koper yang udah dimasukan bagasi, misalnya.



Persiapannya ngga begitu banyak, hanya ada enam point saja. #SobatAviasi, pasti punya tips lain agar mudik lewat jalur udara selamat, aman, dan nyaman. Boleh banget share di kolom komentar, lho. Dan buat kalian yang suka ngeVlog, ada juga lomba Vlog berhadiah liburan ke Raja Ampat! Informasi selengkapnya bisa buka website http://selamanya.id/. 
Share
Tweet
Pin
Share
9 komentar
"Kan lagi menyusui. Nanti Yasmin bisa diare, lho."

"Apaaaaaaah?" 😲😲

Ibu Menyusui Berpuasa, Si Kecil Bisa Diare. Haaai BuIbu, pernahkah mendengar pernyataan tersebut? Gimana rasanya setelah mendengarnya? Mungkin, BuIbu yang tadinya berniat untuk berpuasa menjadi bimbang, ya. Ragu menjalankan puasa ramadan karena takut si kecil beneran akan diare.

Ini bukan pengalaman pertama aku berpuasa dengan status sebagai Ibu menyusui (BuSui), lho. Ramadan tahun lalu, saat usia Yasmin jalan enam bulan, aku juga ikut puasa. Dan bagiku, saat itu perjuangan banget karena Yasmin masih full ASI, sementara aku kerja sampai sore hari dan tetap berpuasa. Betul-betul musti bisa bagi waktu agar stok ASIP terus stabil.



Ibu menyusi dan memilih untuk turut berpuasa salah satu kuncinya adalah yakin. Memang, untuk menciptakan keyakinan dalam hal ini membutuhkan tekad yang kuat. Bismillaah ngga cukup sekali, dua kali. Pun berdoa untuk kesehatan anak dan diri sendiri. Tak cukup sampai situ, BuIbu juga musti sabar dan kuat bila ada saudara atau tetangga yang terus menghantui dengan pertanyaan atau penyataan yang kurang enak didengar. Uuuh...pokonya harus strong! 🙅

Kekhawatiran Itu Tetap Ada

Kaget saat aku mendengar pernyataan bahwa Yasmin bakal diare andai aku menjalankan puasa ramadan. Jujur, kekhawatiran itu tetap ada. Terlebih yang mengatakan adalah orang yang jauh berpengalaman dan sudah memiliki anak.

Selain diare, ada hal lain yang sempat membuatku khawatir. Adalah kualitas dan kuantitas ASIP. Inilah nikmatnya Ibu pekerja yang masih punya kewajiban untuk menyusui si kecil dan ngin terus memberi ASI ekslusif minimal enam bulan, syukur-syukur bisa sampai dua tahun full ASI.

"Duuh, jangan-jangan produksi ASI berkurang."

"Jangan-jangan, si kecil bakal kurang gizi jika aku tetap puasa."

Dua kekhawatiran di atas mungkin dapat mewakili perasaan BuSui. Wajar banget kalau was was, kok. Untuk buah hati, apalagi anak pertama, ngga sedikit hal yang dapat memicu kekhawatiran bagi BuSui.

Seminggu sebelum ramadan, aku mencoba berpuasa. Bisa dibilang pelatihan. Sehari puasa, sehari ngga. Dua hari puasa, sehari ngga. Sampai akhirnya datang bulan ramadan.

Ternyata apa yang aku khawatirkan alhamdulillaah ngga terjadi. Hasil ASIP tetap stabil meski berpuasa. Kadang-kadang saja hasilnya kurang sepuluh atau dua puluh ml menuju seratus ml saat memerah siang hari. Tetap tenang karena itu hal biasa. Secara, hampir setengah hari ngga minum dan makan, ya.

Memang harus pandai mengatur waktu untuk memerah, dan itu mudah bila ada keinginan yang kuat. Terpenting dapat menerima seberapapun hasilnya. Inilah yang membuatku yakin untuk tetap menjalankan puasa ramadan.

Tapi, Kenapa Bisa Ada Pernyataan yang Tak Enak?

Tentang Ibu menyusui yang tetap berpuasa dan si kecil bisa diare, pernyataan ini mitos dowang atau fakta, sih? 😂

Mungkin begini. . .

Bisa jadi ini karena asupan gizi dalam porsi makan BuSui berkurang. Ya, Ibu menyusui memang disarankan untuk makan makanan yang bergizi supaya nutrisi si kecil dapat terpenuhi lewat ASI dan atau ASIP. Nah, karena berpuasa, asupan makanan BuSui bisa jadi berkurang. Atau, malah sebaliknya. Banyak makan, tapi asal kenyang. Ngga mempedulikan kecukupan gizi.

Makanlah sesuai kebutuhan. Menjaga kualitas makanan sesuai kebutuhan gizi, baik untuk diri sendiri, maupun si kecil. Ngga usah jaim saat buka puasa atau sahur. Supaya kualita ASI atau ASIP tetap baik.

Asupan makanan mempengaruhi kualitas ASI meski ngga 100% karena masih ada camilan padat gizi, atau susu khusus BuSui. Jadi, ada baiknya tetap mengatur pola makan agar ASI tetap berkualitas, si kecil pun tetap sehat.

Jadi, Baiknya Berpuasa atau Tidak?

Ibu menyusui memang mendapat keringanan untuk tidak berpuasa ramadan, semacam dispensasi. Sebagai gantinya, mereka bisa mengganti puasa dilain waktu, dan boleh juga disertai dengan membayar fidyah saat zakat fitrah. Namun jika ada kemauan dan dirasa sehat, baik Ibu maupun Si Kecil, ngga ada salahnya dicoba dulu untuk ikut berpuasa. Selanjutnya, orang tua dapat melakukan evaluasi karena kekebalan tubuh tiap anak berbeda. 👪
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Keluarga kami punya bidan langganan untuk berobat. Bu Tati, namanya. Bidan yang kini sudah pensiun dan membuka praktek di rumah. Buka prakteknya udah dari zaman beliau masih kerja di Puskesmas Madukara 1, sih. Ngga baru-baru ini.



Kenapa ngga ke Dokter? BPJSku, sih, fase tingkat pertama di Dokter. Cukup dekat dengan rumah. Tapi ngga tahu kenapa, tiap ada yang sakit, pikirannya udah ke Bu Tati saja. Cukup tiga menit dari rumah menuju rumahnya di utara Pasar Madukara. 😄Eman-eman BPJSnya, ya. Tapi gimana lagi, kami merasa udah cocok periksa di Bu Tati.

Uniknya nih, Yasmin punya kesamaan denganku. Gini nih ya, saat hendak dibawa berobat ke Bu Tati, kondisinya masih lemas. Di perjalanan pun kepalanya senderan di dadaku. Bibirnya, masih panas. Pun dengan telapak tangan dan kaki.

Sesampainya di depan rumah Bu Tati, Yasmin berusaha membebaskan tangannya yang kumasukan ke gendongan. Di langsung minta turun, lalu jalan-jalan di sekitar tempat parkir. 🙊Kata Bapakku yang saat itu mengantar kami berobat, kejadian semacam ini persis denganku pas dulu masih kecil. Baru sampai pelataran rumah, badan kembali sehat.💃

Lucunya, nih. Dulu, aku sempat ngga jadi periksa padahal sudah sampai lokasi. Soalnya tuh betul-betul udah sembuh, gitu. Dan kalau tetap masuk ruang pemeriksaan, diledek sama orang-orang yang sedang antre. 😂😂

"Anak sehat gitu kok diperikasa?" 😃 

Dan ini sama persis yang terjadi pada Yasmin beberapa hari yang lalu. Dia sudah lari ke sana ke mari, tapi aku periksakan. Parahnya, dikira malah aku yang sakit. Mungkin karena wajahku kurang totok kalik, ya. 🙊

Eeeeeh...apakah kalian punya pengalaman serupa?
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Bulan Ramadhan mendapat nyinyiran, tuh, rasanya bikin puasa kurang sempurna, ya. Apalagi, nyinyiran itu datang dari para jama'ah lantaran Si Ibu membawa balita ke masjid atau mushola untuk ikut tarowih. Duuh...😂

Ini ngga terjadi di aku, sih. *jangan sampai* Cuma aku mendengar cerita dari seorang Ibu yang pernah dapat nyinyiran persis seperti yang aku tulis di atas. Sebenarnya kasihan. Karena kadang ada Si Kecil yang meminta untuk ke Masjid, bukan Ibu yang mengajaknya. 



Si Kecil yang Minta

Ya, seorang Ibu tentu sangat paham dengan tingkah laku Si Kecil, apalagi masih batita, dan lagi senang-senangnya jalan. Mereka belum paham betul kalau diminta untuk diam, atau sekadar duduk manis di samping Ibu. Mereka juga belum paham, masjid adalah tempat untuk ibadah. Mereka hanya tahu, banyak orang, ramai, dan tempatnya asyik untuk bermain.

Yakali, anak usia satu tahun diminta untuk duduk selama tarowih berlangsung pasti ngga betah. Mereka tertarik untuk tarowih mungkin karena melihat ramainya masjid, mendengar muadzin bersholawat, atau melihat anggota keluarganya hendak berangkat ke masjid. Makanya, sesampainya di masjid, Si Kecil pun bahagia. Terlebih banyak mbak-mbak yang menyambutnya dengan ramah. Bisa jadi, Si Kecil pun merasa diperhatikan, dan mempunyai banyak teman. Tambah bahagia tentunya, dong.

Belum lagi jika ada teman seusianya, atau usia ngga terpaut jauh. Si Kecil merasa ada teman untuk "jalan". Nah ini, repot banget kalau sudah bertemu dengan "jodoh". Terkecuali usia Si Kecil masuk dua atau tiga tahun, mereka sudah mulai paham jika diminta untuk duduk, dan pelan-pelan orang tua memberi pengertian.


Mengajak Si Kecil ke Masjid Butuh Keberanian

Sampai saat ini, aku belum punya keberanian untuk mengajak Yasmin Tarowih ke Masjid atau Mushala. Alasannya utama, tentunya aku khawatir, takut mengganggu kekhusyuk-an para jama'ah. Apalagi, Yasmin lagi senang jalan, dan mengeluarkan suara heboh. Sudah dipastikan akan mengganggu konsentrasi jama'ah.

Ramadhan kelima, dua kali Yasmin mengajakku Tarowih ke mushola. Sebenarnya aku kangen tarowih di mushola, tapi karena Yasmin masih labil, aku pun mengalah. Memilih untuk tarowih di rumah bersama suami, atau sendiri. Menunggu Yasmin bobok. Namun, hari kedua ramadhan, Yasmin minta ke mushola saat adzan isya berkumandang. 

Awalnya karena melihat Mbah Uti, dan Mbah Kung, bergegas ke mushola yang hanya lima langkah dari rumah. Dia rewel. Aku coba membawanya ke ruang tengah, tapi tambah rewel. Akhirnya, aku dan suami bismillaah untuk tarowih di mushola. 

Duuuh...ini membawa anak ke mushola udah kayak mau ijab qobul, dag dig dug kencang. Berani membawa ke mushola, berarti berani juga mendapat goncangan batin. 😂😂😂


Mungkin, Ini Solusinya

Dan betul, Yasmin di mushola bertemu dengan mbak-mbak yang hampir tiap hari menyapa. Dia pun langsung nyaman di mushola, sementara aku memang ngga bisa tenang. Masih was was. 

Aku langsung menempatkan diri di barisan paling belakang. Berjaga, siapa tahu Yasmin minta pulang lebih awal. Karena sudah di belakang, ruang geraknya juga terbatas karena tidak seluas bagian utama Mushala. Dengan memilih barisan paling belakang, harapannya agar Yasmin ngga mengganggu jalannya ibadah dengan jalan di depan para jama'ah. Selain itu, karena posisi mushala berada di dekat jalan raya, khawatir juga kalau Yasmin sampai keluar, sementara sholat belum usai.


Jadi, Iya atau Tidak?

Menurutku, ini tergantung kebijakan orang tua, dan kondisi anak. Jika dirasa aman, dan bisa dikendalikan, membawanya ke Masjid atau Mushala tidak begitu masalah. Namun, jika Si Kecil tipe anak yang hiperaktif, ada baiknya belajar sholat di rumah. Jika masih tetap minta ke Mushala, orang tua bisa mendampingi, tanpa atau dengan turut beribadah.

Sekalipun alasannya untuk belajar jama'ah, atau mengenalkan tempat ibadah kepada si kecil, tetap saja untuk yang satu ini penuh pertimbangan ya, Buuuk. 👭

Btw, makasih sudah mengajak Ibu tarowih di mushola ya, Mutkecemuut. 💃💃
Share
Tweet
Pin
Share
4 komentar
Mendapati Si Kecil rewel pada malam hari, tuh, sukses membuat orang tua, dan seisi rumah turut bingung. Terlebih, jika masih bayi, anak pertama, dan itu bukan dikarenakan demam. Beuuuh...aku pernah mengalaminya.

Saat itu usia Yasmin sebelas bulan. Aku mengajak Yasmin ke Boyolali untuk menghadiri acara perpisahan teman kantor. Sepanjang perjalanan sampai lokasi, dia cukup menikmati. Pun saat perjalanan pulang, dia lebih tenang karena mungkin sudah capek. Namun sesampainya di rumah, drama mulai terjadi, dan itu tengah malam. 


Memberi ASI, menggendongnya, mengajaknya keluar kamar, menepuk-nepuk pahanya, dan masih banyak cara yang telah kami lakukan supaya dia lebih tenang, dan kembali tidur. Namun sayangnya tidak ada yang berhasil. 

Drama sepulang dari Boyolali pernah aku tulis. Betul-betul membutuhkan tenaga ekstra untuk menangani hal ini. Setidaknya drama tersebut menjadi pelajaran berharga buat kami untuk selalu memperhatikan Si Kecil sebelum tidur malam hari. 

Maka dari itu, sebelum istirahat malam, ada baiknya orang tua memperhatikan kenyamanan Si Kecil. Berikut ada enam tips bayi agar tidak rewel pada malam hari:

😊 Ganti popok sebelum tidur.
Salah satu yang kerap terjadi yaitu tidak nyaman karena popok basah. Masih bayi, dan belum menggunakan popok sekali pakai, jika popok basah pasti bayi tidak nyaman. Dia akan bangun, dan biasanya rewel.

Pastikan sebelum bayi tertidur orang tua sudah menggantinya, karena dalam semalam bayi akan pipis beberapa kali.

😊 Perhatikan baju tidurnya.
Sama hal nya orang dewasa, bayi tidak akan merasa nyaman dengan pakaian yang ketat karena membuat bayi kurang bebas gerakannya. Makanya, orang tua harus memastikan baju tidur yang dikenakan cukup menghangatkan tubuh, namun jangan terlalu tebal. Bisa jadi, bayi merasa sumuk, dan itu akan timbul masalah lagi. Bahan katun bisa menjadi pilihan karena lebih adem.

😊 Perhatikan suhu ruangan.
Jagalah kebersihan tempat tidur, pastikan suhu ruangan pas, tidak panas dan juga tidak dingin. Ada baiknya tidak menggunakan AC atau kipas angin secara berlebih, karena dikhawatirkan bayi kedinginan.

😊 Segera hampiri jika terbangun.
Tentu bayi ada alasan tertentu saat terbangun di malam hari, segeralah menghampiri bayi ketika terbangun atau menangis. Seringkali bayi yang menangis, dan tidak segera dihampiri, dia merasa jengkel. Dan kadang tangisannya akan susah berhenti.

😊 Perhatikan kebiasaan Si Kecil.
Yasmin punya kebiasaan tidur tanpa selimut. Ini berlaku juga saat tidur malam. Sedingin apapun, dia tidak nyaman memakai selimut. Dan kalau aku memaksakan untuk menyelimutinya, Yasmin tidak akan nyenyak tidur. Selimut terus dipancal. Makanya, memperhatikan kebiasaan si kecil itu penting.


Mengurus bayi memang bukan perkara yang mudah, ya. Orang tua harus aktif dalam hal apapun. Termasuk aktif mencari informasi mengenai permasalahan, atau tips-tips bayi. Salah satu contohnya adalah tips di atas.

Jika si kecil tidur nyenyak, orang tua pun turut nyenyak tidurnya. Iyaa kan, BuIbuuuuu? ^-*
Share
Tweet
Pin
Share
1 komentar
Newer Posts
Older Posts

Cari Di sini

Perkenalkan...

Hai...perkenalkan, saya Idah. Ibuk dari dua anak dan satu-satunya admin di blog ini.

Rutinitas saya saat ini sebagai Ibu Rumah Tangga sekaligus Ibu Pekerja Kantoran. Kami sekarang tinggal di Kota Dawet Ayu, Banjarnegara, Jawa Tengah.

Oiya, jika ingin komunikasi, bisa melalui akun instagram kami @cerisfamily atau kontak langsung melalui email cerisfamily@gmail.com. Terima kasih.

On Youtube

Fans Page

CERIS Family

Blog Archive

  • ▼  2025 (17)
    • ▼  Juli (2)
      • Family Trip Naik Vespa, Bali Jadi Lebih Mesra
      • Dari BRT Trans Jateng, Kami Pulang Membawa Banyak ...
    • ►  Juni (3)
    • ►  Mei (5)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2024 (39)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (5)
    • ►  Oktober (10)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (2)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2023 (28)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (5)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (3)
    • ►  Februari (4)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2022 (14)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (4)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2021 (12)
    • ►  September (2)
    • ►  Juni (3)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2020 (17)
    • ►  Oktober (3)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2019 (42)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (5)
    • ►  Mei (26)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2018 (37)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (3)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (5)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (5)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (3)
  • ►  2017 (61)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (5)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (4)
    • ►  April (4)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (8)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2016 (62)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (4)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (5)
    • ►  Agustus (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (7)
    • ►  Mei (8)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (2)
    • ►  Februari (5)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2015 (63)
    • ►  Desember (6)
    • ►  November (6)
    • ►  Oktober (9)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (12)
    • ►  Juli (10)
    • ►  Juni (12)
    • ►  Mei (2)

Popular Posts

  • Biaya USG 4 Dimensi di RS Panti Nugroho
  • Tujuan Pemeriksaan HB dan HBsAG untuk Ibu Hamil
  • Tip Agar Jahitan Pasca Melahirkan Cepat Kering

recent posts

Diberdayakan oleh Blogger.

Part Of Community


Blogger Perempuan
mamadaring
Seedbacklink

Follow Us!

Social Media

Facebook Twitter Instagram Youtube Blog Ibu

MageNet

0ccdff8bd3766e1e4fdd711a2ad08ee5151bd247

Created with by ThemeXpose