Alfira Oktaviani Membuktifkan IRT Bukan Halangan untuk Sukses Berbisnis & Memajukan Bangsa

by - September 21, 2023

Sore itu, saya lagi duduk-duduk di teras rumah untuk mengusir nyamuk! Ehem… Maksud saya mengusir rasa bosan, setelah seharian bekerja. Tapi saya nggak ingin kalau relaxing saya ini cuma buat hal-hal yang “unfaedah.” Karena itu saya memutuskan untuk membuka Instagram buat mencari inspirasi sembari mengisi waktu luang.

Lagi asyik scrolling di beranda Instagram, tiba-tiba mata saya tertumpu pada sebuah foto yang sangat unik. Foto tersebut menampilkan selembar kain yang diberi motif alam berupa dedaunan, bunga-bunga, dan aneka motif bernuansa alam lainnya.

Sepintas saya bertanya di dalam hati “apakah ini ecoprint?” Kain itu tampak begitu indah dengan warna-warna alami yang tampak begitu persis dengan daun, bunga, dan tumbuhan asli, membuat saya semakin yakin kalau itu pasti hasil ecoprint.

Alfira Oktaviani owner similir eco print

Tapi saya lagi ogah mikir dan nggak ingin berspekulasi. Jadi, langsung aja saya menutul nama pengunggah foto tersebut dengan ujung telunjuk dengan harapan saya akan melihat lebih banyak kain serupa. “Semilir Ecoprint” gumam saya dalam hati.

Benar saja, di Instagram Semilir Ecoprin ini, saya menjumpai banyak sekali kain bermotif nuansa alam. Motifnya memperlihatkan keindahan alam yang terpatri dalam warna-warna lembut dan detail yang sangat presisi.

To be honest. Sejenak saya terpesona oleh keunikan kain ini. Tidak hanya kain, di Instagram Semilir juga ada banyak perlengkapan fashion yang diberi motif ecoprint. Mulai dari tas, sarung bantal, syal, bahkan tas tangan dengan motif yang serupa. Semua produk ini terlihat begitu menarik dan berkualitas tinggi.

Karena sudah kadung tertarik, saya langsung aja pindah dari aplikasi Instagram ke Google Search, dan mengetikkan kata kunci “Semilir Ecoprint.”

Dari sana saya mulai mencari info tentang Semilir Ecoprint dan produk-produk mereka, mengingat saya juga merasa penasaran dengan sosok dibalik Semilir Ecoprint.

Alfira Oktaviani: Seorang IRT & Mompreneur Adalah Penggagas Semilir Ecoprint.

Setelah mengulik sejumlah informasi, saya akhirnya menemukan siapa sosok di balik Semilir Ecoprint. Beliau, tidak lain dan tidak bukan adalah Alfira Oktaviani yang lebih akrab disapa Mbak Fira. Sebutan “Mbak” memang lekat dengan kebiasaan masyarakat Jawa. Karena memang, beliau ini tinggal di Pulau Jawa, tepatnya di Desa Donoharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

Selain dapat informasi tersebut, informasi lain yang saya peroleh sungguh tidak pernah saya bayangkan. Betapa tidak, kain yang digunakan sebagai media ecoprint ini ternyata merupakan kain yang unik dan sarat akan sejarah serta langka. Ya, kain yang digunakan sebagai media adalah “kain kayu lantung.”

Saya tahu! Kalian pasti juga merasa heran dan asing dengan nama bahan kain tersebut, bukan?


Begitu juga saya! Pada awalnya, saya juga merasa asing karena memang tidak pernah mendengar sama sekali tentang kain Lantung ini? Saya tidak tahu dari mana asalnya? Atau, bagaimana proses pembuatannya? Tapi tenang bestie! Jawaban atas berbagai pertanyaan-pertanyaan tersebut akan saya bahas nanti di sub judul selanjutnya. So, keep reading.

Kembali ke Mbak Fira dan Semilir Ecoprint. Jadi, Mbak Fira sendiri adalah seorang mompreneur yang sudah lama berkecimpung dalam dunia fashion dan seni, meskipun latar belakang pendidikan beliau sejatinya adalah apoteker.

Cerita tentang kemunculan Semilir Ecoprint sendiri bermula sejak tahun 2018 silam. Ketika itu, Mbak Fira dibawakan souvenir khas Bengkulu oleh ayahnya yang memang asli berasal dari Bengkulu. Oleh-oleh itu sendiri adalah sebuah tas polos yang terbuat dari kulit kayu lantung.

Selain memberikan tas polos berbahan kain lantung, Ayah Mbak Fira juga mempunyai satu permintaan yaitu, beliau ingin Mbak Fira mencoba memberikan sentuhan alami untuk menambah keindahan tas tersebut agar terlihat lebih menarik dan tidak membosankan.

Sejak itu, mbak Fira mulai mencari tahu dan menggali informasi seputar kain lantung dan bahan-bahan alami yang bisa digunakan untuk memberi motif pada kain tersebut.

“Jadi, waktu itu, selain menggali info asal-muasal kain kayu lantung, saya juga melakukan riset, uji coba berkali-kali sampai menjadi sebuah produk. Barulah setelah itu, saya mencoba melakukan research pasar. Saya bersyukur, sambutan pasar (ternyata) cukup positif.” Ungkap Mbak Fira.

Kain Lantung Khas Bengkulu.

Usut punya usut, kain lantung ini ternyata berasal dari wilayah Bengkulu, dan punya sejarah yang cukup menarik untuk disimak. Karena berkaitan dengan usaha masyarakat Bengkulu dalam melawan penjajahan pada saat itu.

Menurut beberapa sumber yang saya baca, ceritanya bermula pada tahun 1943, ketika penjajah Jepang menerapkan kebijakan yang membuat masyarakat sangat miskin hingga untuk sekedar membeli penutup tubuh pun mereka tak mampu.

Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat Bengkulu pada saat itu mencoba menggunakan berbagai jenis kulit pohon untuk dijadikan sebagai pakaian asal bisa menutupi tubuh. Mulai dari, kulit pohon karet, iboh atau pohon lontar (Aceh: bak iboh), kedui, hingga pohon terap yang oleh masyarakat di sana disebut “lantung.”

Pohon dengan nama ilmiah Artocarpus Altilis ini adalah sejenis pohon sukun-sukunan yang bergetah, kulitnya berserat dan tidak mudah rusak.

Tahun 2015, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengukuhkan kain kayu lantung sebagai warisan budaya tak benda Indonesia dari provinsi Bengkulu. Pengukuhan ini tidak lepas dari keunikan dan sejarah kain kayu lantung itu sendiri.

Tentu saja tidak semua masyarakat Bengkulu memproduksi kain Lantung. Karena sejatinya, kain ini berasal dari sebuah desa yang cukup terpencil. Lokasi desa ini berjarak kurang lebih sekitar 250 km dari kota Kota Bengkulu.

Nama desa tempat asal kain lantung ini adalah Desa Papahan yang ada di kecamatan Kinal, Kabupaten Kaur. Di sekitar Desa ini, pohon lantung bisa dengan mudah dijumpai.

Hingga saat ini, di desa Papahan masih banyak masyarakat yang menjadi perajin kain Lantung guna melestarikan budaya nenek moyang. Untuk mendapatkan kulit kayu pohon lantung, mereka biasanya akan mencari pohon terap yang sudah berusia 5-10 tahun di hutan.

Pohon yang sudah berusia antara 5 hingga 10 tahun tersebut, akan dikuliti secara hati-hati agar tidak sobek. Bagian kulit dari pohon lantung yang digunakan sebagai bahan kain adalah bagian tengahnya. Karena bagian tengah ini memiliki tekstur yang halus dan berserat serta cukup kokoh.

Bagian kulit pohon kayu lantung tersebut nantinya akan diproses menjadi kain dengan cara dipukul menggunakan alat yang terbuat dari tanduk kerbau atau kayu keras yang disebut “perikai.” Menggunakan perikai, kulit kayu lantung akan dipukul berulang kali hingga membentuk lembaran yang tipis, lembut, dan lentur, layaknya kain yang terbuat dari bahan katun.

Saat ini, hasil pembuatan kain kayu lantung dari masyarakat di Desa Papahan ini kebanyakan akan dikirim langsung ke Semilir Ecoprint di Yogyakarta. Jumlah kain kayu lantung yang dikirim tidaklah banyak, hanya 50 hingga 100 lembar per 3 bulan. 

Alfira Oktaviani owner similir eco print


Alfira Oktaviani Raih Apresiasi SATU Indonesia Awards 2022.

Menawarkan fashion yang ramah lingkungan dengan menerapkan eco-print pada kain kayu lantung, dan sukses membangun Semilir Ecoprint sebagai wadah untuk memproduksi berbagai macam aksesoris hingga kerajinan berbasis kain kayu Lantung, membuat Alvira Oktaviani patut disejajarkan dengan sejumlah nama yang telah berkarya dan mendedikasikan diri demi kemajuan bangsa Indonesia.

Pada tahun 2022 lalu, Astra International Tbk mengapresiasi beberapa pemuda bangsa ini yang telah berkarya dan mendedikasikan dirinya untuk kemajuan bangsa. Dari beberapa orang yang terpilih, salah satunya adalah Alfira Oktaviani atau Mbak Fira.

Keberhasilan dan dedikasi Mbak Fira dalam menggabungkan keindahan alam dan budaya dalam produk fashion ramah lingkungan merupakan alasan dibalik terpilihnya beliau sebagai salah satu finalis ajang SATU Indonesia Awards.

Sebagai informasi, SATU Indonesia Awards adalah sebuah langkah nyata–peran aktif Grup Astra dalam memberikan kontribusi untuk meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia melalui karsa, cipta, dan karya terpadu, guna memberikan nilai tambah untuk kemajuan bangsa Indonesia.

Penutup.

Melalui produk-produknya, Alfira Oktaviani (Mbak Fira) tidak hanya menggabungkan seni dan fashion, tetapi juga mengeksplorasi kekayaan flora Indonesia sebagai wujud lain dari pelestarian budaya dan alam.

Untuk mewujudkan itu semua, Mbak Fira tentu saja tak sendirian. Beliau juga turut mengajak sekelompok ibu-ibu untuk membantunya dalam pembuatan berbagai jenis aksesori dan kerajinan, termasuk tas, dompet, serta berbagai macam kerajinan dan aksesoris fashion. Dengan begitu, masyarakat di sekitarnya pun ikut merasakan manfaat dari kehadiran Semilir Ecoprint.

Apa yang telah ditunjukkan oleh Mbak Fira merupakan contoh nyata bahwa perempuan juga bisa sukses dalam berbagai peran. Meski berstatus sebagai ibu rumah tangga, namun hal tersebut tidak menghalangi setiap perempuan untuk menjadi seorang ibu yang hebat sekaligus seorang wirausahawan yang sukses.

Melalui Semilir Ecoprin, Mbak Fira telah membuktikan bahwa fashion dapat menjadi alat untuk menghargai keindahan alam Indonesia sambil berkontribusi pada upaya pelestariannya. 

Kesuksesan dan inspirasi dari Mbak Fita dapat kita jadikan sebagai pelecut semangat dalam berkarya dan berkreativitas serta mencintai alam dan mengubahnya menjadi sesuatu yang indah, benilai, berkelanjutan, dan bermanfaat.

Sumber:

  • https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/pelestari-kain-lantung-bengkulu/
  • Foto (https://www.goodnewsfromindonesia.id/ dan akun Instagram @semilir_ecoprint)


You May Also Like

0 komentar

Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.