Yogyakarta dan Baju Ibu

by - November 07, 2017

Nak..Nak..Nak, sini Ibu ceritain tentang kamu pada Minggu, 05 Nopember 2017, ketika Ibu menghadiri kondangan anaknya Pak Wakil yang bertempat di Gedung Akakom Yogyakarta, dan Ibu memilih untuk ngga mengajakmu. Untuk segala kebutuhanmu hari itu, Ibu percayakan kepada Ayahmu yang hari itu libur kerja.

Naak..nak...nak, pelan-pelan...

Ibu kira, kamu akan baik-baik saja. Kamu akan lemena, tenang ditinggal Ibu yang perginya ngga lama. Tapi pada kenyataannya lain dengan harapan-harapan Ibu. Ayah bercerita banyak tentang segala hal yang kamu lakukan hari itu juga. Bercerita dengan ekspresi yang sedikit kesuh. Ibu pun hanya bisa menjadi pendengar setia, ngga bisa membelamu apalagi sok menasehati Ayah. Ibu betul-betul membiarkan Ayahmu bercerita dengan segala perasaan kesuh yang meletup-letup.

***

"Kenapa jam segini belum sampai rumah?" Pertanyaan ini datang dari suami lewat chat Whats App dengan diakhiri emotikon marah. Dengan segala alasan aku sampaikan kepadanya, tapi ngga ada balasan barang emotikon. Miris, memang. Tapi aku sadar, karena hari itu juga akan ada acara di rumah. Ibuku dan Mak Kiyem pasti sibuk di dapur. Artinya, mau ngga mau suami harus mengurus Yasmin selama pekerjaan dapur belum selesai.

Kesabaran seorang Ayah cukup terbatas. Memang, yang kerap ngomel-ngomel  di rumah adalah Ibu, tapi stok kesabaran seorang Ibu lebih banyak dibanding Ayah. Ini sih di rumah tangga kami, ya. Kepada suami tersayang, kamu harus mengakui hal ini. Kalau ngga, maka akan terjadi gejolak dariku! Hahaha

Acara kondangan yang aku prediksi maksimal Maghrib sudah sampai di rumah (lagi), ternyata molor karena sepulang dari resepsi hujan deras. Perjalanan pulang yang biasanya lebih cepat, kali ini justeru lebih lama karena mementingkan keselamatan penumpang. Sopir pun memilih rute jalan yang lebih panjang yaitu lewat Jalan Purworejo. Satu jam lebih lama dari rute biasa, demi keselamatan.


***

Ibu hanya bisa pasrah, Nak. Karena perginya dengan rombongan kantor. Jam pulang kerja yaitu jam 16.00 WIB, biasanya kamu menunggu Ibu di Tandonsari. Kata Ayah, di jam tersebut kamu minta jalan ke Tandonsari padahal sore itu gerimis. Ayah berusaha untuk ngga menuruti keinginanmu, tapi ternyata kemauanmu itu sungguh ngga bisa diganti dengan apapun. Dengan berat hati, Ayah mengajakmu ke Tandonsari.

Hari makin gelap dan kamu ngga mau pulang, kekeuh menunggu Ibu. Kali ini Ayah ngga bisa menuruti keinginanmu lagi. Ayah terpaksa membawamu pulang ke rumah. Kamu menangis di sepanjang jalan sampai Ayah bingung harus berbuat apa. Sesampainya di rumah, kamu masih menangis dan tambah rewel. Diajak siapapun ngga mau, nempel terus sama Ayah.

Sampai pada cerita ayah yang paling menggelitik. Katanya, kamu mengambil satu baju favorit Ibu di tumpukan baju yang belum disetrika dan dibawa kemanapun kamu jalan. Yang membuat Ibu terharu, baju itu terus dipegang sampai kamu bobok. Ibu menyaksikan sendiri saat udah sampai rumah. Ibu masuk kamar dan mendapati baju Ibu ada di sampingmu, dipegang erat. Nak...Nak...Nak, kelakuanmu yang satu ini bikin terharu, asli.

Dear Kecemutnya Ibu, 

Ngga tahu kenapa, Ibu suka ngga percaya kalau anak semanis kamu bisa tantrum yang kadang seketika itu membuat Ibu menjadi perempuan lemah. Tapi kembali lagi pada kewajiban Ibu sebagai orang tua, Ibu harus menjadi perempuan yang kuat di hadapanmu, khususnya. Ada banyak harapan yang telah Ibu dan Ayah tulis untukmu. Harapan Ibu sederhana, ngga muluk-muluk, kok. Kamu dapat mengendalikan diri ketika kelak mendapati masalah. Ini menjadi salah satu harapan Ibu. Makanya, sedapat mungkin kami selalu berusaha tegar di hadapanmu supaya kamu bisa lebih tegar dari kami, kelak.

You May Also Like

3 komentar

  1. Uwww kecemuuut, aku terharuuu.. Ibumu sungguh jahad

    BalasHapus
  2. Kayaknya setiap anak pernah tantrum y mbak..
    Gmn caranya nenangin emng susah..
    Ponakanku jg kayak gitu.. klu udah rewel bgt.. kudu di turuti permintaane..

    BalasHapus

Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.