(Semacam) Nota Komitmen

by - Januari 03, 2017

Bukan. Ini bukan tentang nota komitmen a la kantoran, ya. Keep calm, nota komitmen yang kujadikan judul ini hanya sebatas penyebutan saja. Ngga ada maksud lain kecuali nampak sedikit mentereng. Wkwkwk

FLASHBACK BENTAR, YA...

Waktu aku hamil, dari awal sudah berniat untuk ambil cuti mendekati Hari Perkiraan Lahir (HPL). Jatah cuti selama tiga bulan kuambil mulai dua minggu sebelum hari-H. Prediksi melahirkan tanggal 25 Januari 2016, dan aku mulai ambil cuti tanggal 10 Januari 2016.

A photo posted by CERIS Family (@cerisfamily) on



Tiga hari sebelum cuti, aku masih menjalankan tugas dinas luar ke Magelang, dan menginap selama sehari. Semua kujalani dengan ikhlas, santai, dan pasrah. Berbeda dengan suami. Dia was was kalau aku sampai mules saat sedang menjalankan tugas. Qiqiqiqi Alhamdulillaah...selama perjalanan, tugas, Kecemut aman, dan ikut santai di dalam kandungan.

JATAH CUTI...

Prediksi kelahiran yang semula tanggal 25, ternyata Kecemut ngga sabar nunggu sampai tanggal tersebut. Sama seperti kami yang ingin segera memeluknya erat. Dan tepat tanggal 15 Januari 2016, Kecemut lahir. Dubiduuuuuh!

Benar kata Kahlil Gibran. Bahwa bersama orang yang kita sayangi, waktu berjalan begitu cepat. Itu pula yang kurasakan waktu itu. Kukira cuti yang kuambil baru satu bulan, ngga tahunya waktu cuti hampir habis.

Ada perasaan cemas saat jatah cutiku hampir habis. Ingin terus ngekepi Kecemut, jalan pagi sambil nyari embun, ingin mandiin tiap pagi dan sore, gantiin popoknya setiap waktu, nenenin langsung, ngobrol bareng, ada banyak hal yang terus ingin kulakukan bersamanya.

Namun pada kenyataannya, jatah cuti pun berakhir dan aku harus kembali menyelesaikan tanggung jawabku sebagai ibu pekerja. Fufufu.

INGIN RESIGN...

Ternyata gampang banget mengucap kata resign, ya. Aku nyaris melupakan perjuanganku saat itu untuk memperoleh pekerjaan. 

"Yah, aku mau keluar kerja, ya. Mau sama Jasmine terus. Menjadi Ibu Rumah Tangga."

"Kamu yakin?"

"Yakinlaaaah. Biar bisa fokus ngurus kamu dan Jasmine."

"Yaudah kalau gitu."

Datar banget, ya. Hahaha. Suami mengizinkan andai aku harus keluar dari pekerjaan, kemudian alih profesi sebagai Ibu rumah tangga. Mengizinkan , tapi setengah hati. Aku melihatnya begitu, Yaaaah. Qiqiqiqi. 

Keingin resign dari tempat kerja ngga hanya aku sampaikan kepada suami. Kedua orang tua yang selama ini turut andil membesarkanku juga kuberi tahu.

DISKUSI...

Bapak adalah orang pertama yang kurang setuju dengan keputusanku untuk resign. Ibu pun ada disamping Bapak. Mereka ingin aku tetap bekerja.

Aku hanya punya satu alasan, bahwa aku ingin terus berada di samping Jasmine, merawatnya, karena sepertinya ngga mungkin Si Kecil kupasrahakn kepada Ibu selagi aku kerja. Tahu sendiri, Ibu ngga boleh terlalu capek

Sementara, Bapak punya banyak alasan, pertimbangan yang pada akhirnya dapat meyakinkanku untuk tetap menjadi ibu pekerja. Tentang masa depan, cita-citaku (dulu), dan keinginan orang tua.

NOTA KOMITMEN...

Tercetus lah sebentuk kesepakatan bersama. Komitmen dari masing-masing pribadi. Bapak, Ibu, Suami, dan Aku. 

Pertama yang diobrolin tentunya yang lagi hangat dan menjadi primadona keluarga. Siapa lagi kalau bukan JASMINE. Qiqiqiqi

Siapa yang harus bersama Jasmine saat pagi hari? Kesepakatan kami memilih Ibu. Bagaimanapun, jalan-jalan pagi bersama cucu akan jauh lebih ringan ketimbang masak. Aku memilih untuk di dapur. Apapun hasil masakanku, mereka harus menerima. HAHAHA

Lanjut, siapa yang mencuci pakaian, menjemur? Waktu erbaik buat nyetrika, sampai detil-detil pekerjaan rumah yang memang harus dikerjakan bersama-sama agar semua aktivitas dapat berjalan aman. Pokonya, semua diobrolin karena kami bersepakat ngga menggunakan ART. 

Bila ada satu orang yang telat bangun, bakal ramai tuh "jalan surga". Misal nih, ya. Aku yang harus menata makanan buat sarapan, tiba-tiba lupa lewat pintu depan mesin cuci, tubrukan hebat dengan suami yang mulai persiapan berangkat kerja, tapi kerjaan rumah tangga belum beres. Ini kalau lagi gugup nyebelin banget. Bawaannya pingin jotosan. Wkwkwk.

2016, aku mengakui bahwa keluargaku hebat. Mereka dapat kerjasama dengan baik, alhamdulillah berjalan sesuai kesepakatan, komitmen masing-masing. Pekerjaanku alhamdulillah lancar. Pun dengan pekerjaan suami dan Orang tua. 

Dan yang paling penting adalah kamu, JASMINE...!

Betapa aku (khususnya), begitu beruntung memiliki keluarga yang mau berjuang bersama-sama. Ibu dan Ayah juga bahagia melihat Mbah Kung, Mbah Uti, merawat serta menjagamu dengan ikhlas, Nak. 

Suatu hari nanti, semoga kamu bisa baca tulisan ini ya, Kecemutnya Ibuuu. Betapa kami menyayangimu, spenuh jiwa raga. ^-*

You May Also Like

2 komentar

  1. Alhamdulillah disupport sama keluarga ya Idah. Selama kamu ga di samping Jasmine ada Eyangnya yang nemenin.

    BalasHapus
  2. Temen gw memutuskan resign saat anak nya usia 4 th, dia ngerasa ngak jadi ibu yg baik karena ninggalin anak nya mulu.
    Setelah 3 bulan resign, dia datang ke kantor dan ngemis2 ama bos biar boleh kerja lagi, kata nya jd ibu rumah tangga melelahkan ngak sanggup. Mending ngantor karena ngak berantem mulu ama anak nya hahahaha.

    Dan akhir nya dia kembali bekerja + hubungan ama anak nya jadi makin baik lebih perhatian dan lebih sabar

    BalasHapus

Haai...mohon dimaafkan kalau aku terlambat atau malah ngga balas komentar kalian, ya.